REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendukung langkah Kongres Umat Islam untuk berdiskusi dan menyatukan umat dalam mencari solusi atas tantangan perubahan iklim. Ini disampaikan Ma'ruf saat menghadiri acara pembacaan risalah Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (29/7/2022).
"Bahwasanya umat Islam sedang memulai, dengan ini saya mendukung risalah tadi dan memang harus ada aksi konkret tidak hanya seminar, diskusi tetapi gimana aksi nyata kita lakukan," ujar Ma'ruf saat memberikan sambutan kunci di acara Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (29/7/2022).
Wapres mengatakan isu lingkungan hidup dan perubahan iklim, menjadi isu krusial baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Semua pihak dituntut berpartisipasi dalam upaya mengatasi dampak yang ditimbulkan perubahan iklim.
Kiai Ma'ruf mengatakan, pemerintah Indonesia berkomitmen bersama negara-negara lain dalam upaya pengurangan emisi karbon melalui Road Map Nationally Determined Contribution tahun 2019 dan strategi jangka panjang pembangunan rendah karbon berketahanan iklim tahun 2050.
Selain itu, Indonesia sebagai Ketua G-20 Tahun 2022 juga mengangkat isu perubahan iklim dengan penekanan pada skala resiliensi iklim, usaha penurunan emisi karbon, dan teknologi hijau. Namun, Pemerintah kata Ma'ruf tidak bisa bekerja sendirian dalam mengatasi persoalan perubahan iklim ini.
Menurutnya, diperlukan keterlibatan pemangku kepentingan yang lebih luas, meliputi akademisi, dunia usaha, media massa, serta masyarakat khususnya umat Islam untuk bekerja secara kolaboratif sehingga fenomena perubahan iklim ini dapat diantisipasi dengan baik,
"Karena itu, umat Islam harus bersatu padu untuk berpartisipasi dalam upaya mengatasi perubahan iklim agar hasilnya menjadi lebih efektif," katanya.
Terkait hal itu, Ma'ruf pun mengimbau para tokoh ulama serta umat Islam diharapkan berperan aktif untuk dapat menyampaikan isu-isu terkait kerusakan lingkungan. Ma'ruf juga menegaskan agar komitmen ini tidak hanya seremonial saja, tetapi dibuktikan dengan aksi konkrit perubahan dalam menyikapi perubahan iklim. Sehingga nantinya menjadi cerminan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.
"Saya berharap Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari dapat menghasilkan rekomendasi yang sudah saya dengar dan aksi tindak lanjut secara konkret, kita tunggu jangan sampai di risalah tapi nggak ada what next, nggak ada aksi, biasanya sampai risalah rekomendasi wabillahi taufik walhidayat," ujar Ma'ruf,
Dalam acara tersebut dibacakan risalah dan rekomendasi oleh kolaborator dan penggagas Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari yang terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Republika, Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Istiqlal Global Fund (IGF).
Kongres menyampaikan tujuh poin ajakan kepada seluruh kalangan umat Islam di Indonesia untuk mencapai Indonesia Lestari. Ketujuh poin ajakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perubahan iklim global telah lama berlangsung. Krisis yang ditimbulkannya pun nyata terjadi. Tetapi hal itu masih belum dipahami dan disikapi dengan optimal oleh umat Islam. Oleh karena itu, diperlukan
komunikasi yang strategis dan sejalan dengan pemahaman dan kepentingan umat melalui berbagai kajian keislaman.
2. Pemuka agama Islam dan tokoh Muslim harus mengambil peran terdepan dalam upaya pendalaman substansi kajian keislaman, komunikasi dan edukasi kepada umat. Tujuannya adalah untuk menegaskan irisan antara krisis iklim dengan iman dan keagamaan secara konsisten.
3. Perubahan iklim telah berdampak terhadap seluruh sektor kehidupan masyarakat, sehingga memerlukan solusi berdasarkan nilai-nilai Islam, berakar pada kearifan lokal dan dilakukan secara sistematis, sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal.
4. Diperlukan kolaborasi yang kuat antar umat Islam untuk melakukan inisiatif serta mendukung kebijakan
nyata yang bertujuan mengatasi perubahan iklim, melalui kemitraan bersama pemerintah dan sektor lain.
5. Kelompok rentan seperti anak muda dan perempuan harus didorong untuk memainkan peran kepemimpinan dalam mengelola dan mengorganisasikan solusi perubahan iklim.
6. Dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, harus dilakukan pendayagunaan pembiayaan syariah dan dana sosial keagamaan lainnya (misalnya infaq, shodaqoh, dan wakaf).
7. Institusi keagamaan Islam, mulai dari masjid hingga lembaga pendidikan Islam (termasuk pondok pesantren), harus mengembangkan wawasan dan perilaku ramah lingkungan dan menyediakan ruang-ruang strategis untuk mengembangkan kajian, inisiatif, implementasi, dan inovasi bagi umat Islam agar terlibat aktif dalam aksi perubahan iklim.