REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI menegaskan semua pihak, baik itu perorangan atau badan hukum, berhak mengajukan permohonan merek. Akan tetapi, tidak semua pihak yang mengajukan permohonan merek mendapatkan atau memperoleh perlindungan hukum merek.
Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham Razilu mengatakan, nasib dari sebuah permohonan merek yang diajukan ke DJKI Kemenkumham adalah didaftar atau ditolak. Merek yang akan diterima ialah yang memenuhi syarat administratif dan substantif.
"Ketika tidak memenuhi syarat administratif dianggap ditarik kembali, dan bila tidak memenuhi syarat substantif artinya dianggap ditolak," kata dia di Jakarta, Selasa (26/7/2022).
Karena itu, lanjut dia, publik harus mengetahui proses bahwa untuk mendapatkan perlindungan merek terdapat sejumlah tahapan. Saat seseorang mengajukan permohonan, DJKI Kemenkumham akan melakukan pemeriksaan formalitas dan setelah itu dipublikasi.
Pada tahap publikasi tersebut, DJKI Kemenkumham akan menerima tanggapan dari publik apakah ada keberatan atau tidak terkait merek yang telah diajukan. Penyampaian keberatan tersebut tentu saja harus dibarengi dengan argumen yang jelas.
Keberatan yang dilayangkan oleh publik nantinya menjadi dasar saat dilakukan pemeriksaan substantif oleh DJKI Kemenkumham. Setelah itu, DJKI Kemenkumham akan memutuskan merek yang diajukan diterima atau ditolak.
Selain itu, untuk menentukan suatu merek diterima atau ditolak, para pemeriksa di DJKI Kemenkumham mengacu pada Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. “Intinya, semua tanda yang dapat dijadikan sebagai merek dapat diberikan dan undang-undang juga memberikan penegasan kecuali ditolak dengan sejumlah alasan,” kata dia.