REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI - Nelayan di wilayah pesisir Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mengeluhkan banyaknya kapal berukuran besar berjenis pukat harimau yang turut menangkap ikan di zona perairan dangkal.
"Selain membuat tangkapan nelayan berkurang, mereka pun merusak lingkungan karena menggunakan pukat harimau," kata seorang nelayan setempat Bada (40), Kamis (21/7/2022).
Bada mengaku keberadaan kapal-kapal besar itu sudah ada sejak beberapa tahun terakhir. Tidak hanya satu, bahkan dia menyebut lebih dari 50 kapal besar yang setiap hari berbaris di perairan dangkal Muaragembong.
"Kalau satu (kapal) kali. Nah ini banyak banget, 50 kapal ada kali. Itu juga ada masih sisa kapal, masih keliatan dari tepi sini," katanya.
Bada mengatakan kapal-kapal besar itu biasanya sudah memasuki perairan Muaragembong sejak malam hingga siang hari. Tidak jarang mereka memasuki perairan dangkal yang menjadi tempat nelayan mencari ikan. "Bayangkan aja, itu kapal-kapal diamnya dekat ke pantai. Itu bisa jarak lima kilometer dari pantai, berarti kan sekitar tiga mil. Bahkan pernah sampai dua kilometer dari pantai, itu kan dekat banget," ucapnya.
Kondisi itu memaksa para nelayan di wilayahnya harus mencari titik lain untuk mengambil ikan. Beberapa nelayan bahkan terpaksa melaut lebih jauh agar bisa mendapat ikan.
"Jadinya ya kami mah cuma bisa dapat tangkapan dari sisa kapal-kapal itu. Dulu waktu Bu Menteri Susi tidak ada kapal pukat harimau yang berani," katanya.
Keberadaan kapal besar ini menjadi salah satu hal yang dikeluhkan nelayan kepada Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan saat berkunjung ke Muaragembong selain sulitnya memperoleh solar untuk bahan bakar kapal. Menyikapi sejumlah keluhan tersebut, Dani Ramdan mengaku telah melaporkan ke Dinas Kelautan Jawa Barat mengingat kewenangan persoalan laut ada di pemerintah tingkat provinsi dan pusat meski dirinya menegaskan akan terus mengawal usulan nelayan agar bisa segera direalisasikan.
"Saya sudah komunikasi langsung dengan Kepala Dinas Kelautan Jabar tentang kondisi yang terjadi di Muaragembong. Memang soal pukat harimau dan keberadaan kapal besar ini harus segera ditangani karena menyulitkan nelayan dan juga merusak lingkungan. Maka saya dorong agar ini dapat segera diatasi," ucap dia.
Sedangkan terkait sulitnya solar, Dani menyebut persoalan tersebut juga terjadi di daerah lain. Namun pihaknya akan tetap mengusulkan keberadaan SPBU khusus nelayan di Muaragembong.
"Usulan sudah disampaikan ke Pertamina dan sedang dikaji. Saya berharap bisa segera direalisasikan. Meski bukan SPBU besar namun yang kecil pun tidak masalah agar kebutuhan solar nelayan bisa tercukupi. Kita harus kawal bersama usulan ini," kata dia.