Jumat 15 Jul 2022 20:04 WIB

Pengamat: Perlu Sanksi Tegas dalam Revisi UU Pengumpulan Uang

Pengamat mengatakan diperlukan sanksi yang tegas dalam revisi UU Pengumpulan Uang.

Kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jalan Lodaya, Kota Bandung kurang lebih sudah satu pekan tutup sementara. Pengamat mengatakan diperlukan sanksi yang tegas dalam revisi UU Pengumpulan Uang.
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jalan Lodaya, Kota Bandung kurang lebih sudah satu pekan tutup sementara. Pengamat mengatakan diperlukan sanksi yang tegas dalam revisi UU Pengumpulan Uang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR)Muh Taufiqurrohman mengatakan perlu ada sanksi jelas dan tegas diatur dalam Revisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang.

Sanksi tegas tersebut perlu diterapkan supaya memberikan efek jera, khususnya kepada lembaga amal yang menyalahgunakan dana publik, kataTaufiqurrohmandi Jakarta, Jumat.

Baca Juga

"UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan sudah saatnya direvisi, karena belum mencantumkan kriminalisasi jelas dan juga belum memberikan efek jera terhadap keberadaan lembaga amal yang diduga menyalahgunakan dana publik," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (15/7/2022).

Dia menyebutkan salah satunya ialah Pasal 8 dalam UU tersebut yang hanya memberikan ancaman pidana kurungan maksimal tiga bulan atau denda paling tinggi Rp 10.000 bagi siapa saja yang mengumpulkan dana publik secara ilegal atau tanpa izin dari pemerintah.

Menurut dia, hukuman itu terlalu ringan dan tidak mempertimbangkan dampak penyalahgunaan dana publik bagi keamanan masyarakat.

Selain itu, dia mengatakan perlu pula revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentangPelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Pasal 6 dalam PP tersebut menyatakan bahwa lembaga amal berhak mengambil 10 persen dari dana yang dikumpulkan untuk biaya operasional mereka.

Dia mengatakan PP tersebut belum menjelaskan secara detail terkait hukuman dan sanksi terhadap lembaga amal yang melanggar dan terbukti menyalahgunakan dana publik untuk kepentingan pribadi atau bahkan membiayai operasional kelompok radikal.

"Seharusnya, hukuman dan dendanya ditingkatkan sesuai dengan jumlah dana yang dikumpulkan atau sesuai dengan dampak negatif secara keamanan yang ditimbulkan dari aktivitas suatu lembaga amal tidak berizin tersebut," jelasnya.

Salah satu poin yang perlu ditambahkan dalam Revisi UU Nomor 9 Tahun 1961 dan PP 29 Tahun 1980 tersebut adalah pasal yang mewajibkan setiap lembaga amal mendapatkan izin dari polisi dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hal itu bertujuan untuk mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme.

Menurut dia, Pemerintah memiliki wewenang jelas untuk memidanakan setiap lembaga amal yang mengumpulkan dana publik dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau mendukung aktivitas radikalisme dengan revisi kedua regulasi tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement