REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, sebanyak 276 juta orang di dunia menghadapi kerawanan pangan akut. Angka itu meningkat dua kali lipat sejak 2019 sebelum pandemi Covid-19, yakni 135 juta orang, berdasarkan Program Pangan Dunia.
"Ada urgensi di mana krisis pangan harus ditangani," ujar Sri dalam Pembukaan Pertemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (3rd FMCBG) G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Kamis (14/7/2022).
Baca: Lini Masa Ramai Bahas Tender BRIN Terkait Renovasi Ruang Kerja Mewah Megawati
Dia menjelaskan, peningkatan risiko keamanan pangan yang mengkhawatirkan merupakan dampak perang di Ukraina dan sanksinya, serta pembatasan ekspor yang memperburuk dampak pandemi. Sehingga hal itu mendorong harga pangan mencapai rekor tertinggi. Peningkatan harga pangan mendorong tambahan jutaan orang ke dalam keadaan kerawanan pangan.
Oleh karena itu, terdapat urgensi dimana krisis pangan harus ditangani. Menurut Sri, penyebaran mekanisme pembiayaan yang lebih tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan dan sosial.
Selain itu, kebijakan ekonomi makro yang baik juga menjadi penting secara fundamental, karena telah membantu banyak negara dalam menghadapi krisis. Tak hanya pangan, komoditas yang sangat penting dan melonjak harganya saat ini salah satunya adalah energi, yang menjadi tantangan besar.
Baca: Akun Fashion Jepang Ikut Soroti Fenomena Remaja Citayam di Taman Dukuh Atas
Sri menuturkan, lanskap energi global telah diubah atau dibentuk kembali secara radikal. Harga komoditas energi pun meroket. "Saya yakin Anda semua sebagai Menteri Keuangan sekaligus Gubernur Bank Sentral melihat ini sebagai ancaman bagi stabilitas makro ekonomi kita, serta lingkungan yang kondusif bagi kita untuk mempertahankan pemulihan," ujarnya.
Bank Dunia, kata dia, memperkirakan harga minyak mentah naik 350 persen dari April 2020 hingga April 2022. Peningkatan itu merupakan yang terbesar untuk periode dua tahun sejak 1997. Pada Juni 2022, terdapat pula kenaikan harga gas alam di Eropa sebesar 60 persen hanya dalam dua pekan.
Kekurangan bahan bakar pun sedang berlangsung di seluruh dunia dan memiliki implikasi politik dan sosial yang besar di Sri Lanka, Ghana, Peru, Ekuador, dan di tempat lain. Sri menjelaskan, kelangkaan ini terjadi lantaran harga gas yang tinggi benar-benar menjadi masalah yang mengancam pemulihan ekonomi. "Dunia berada di tengah krisis energi global," ucap Sri.
Baca: Fraksi PSI DPRD DKI Sindir Anies Gelar Formula E, tapi Kantor PAM Jaya Perlu Renovasi