Kamis 14 Jul 2022 08:17 WIB

Serikat Pekerja Tolak UMP DKI Diturunkan Mengacu Vonis PTUN

Hakim PTUN membatalkan UMP DKI 2022 sebesar Rp 4,64 juta yang diteken Gubernur Anies.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Erik Purnama Putra
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan (tengah) berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa menolak besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang ditetapkan pemerintah mengacu UU Omnibus Law di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (29/22/2021).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan (tengah) berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa menolak besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang ditetapkan pemerintah mengacu UU Omnibus Law di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (29/22/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perwakilan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (Perda KSPI) DKI Jakarta, Winarso menolak upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022 diturunkan dari Rp 4.641.854 menjadi Rp 4.573.8454 sesuai amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta yang mengabulkan gugatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI.

Menurut dia, tidak bisa hakim memutuskan sebuah UMP DKI yang sudah diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan pada akhir tahun lalu, diturunkan kembali. UMP DKI pada 2021 ditetapkan sebesar Rp 4.410.000.

Baca: Akun Fashion Jepang Ikut Soroti Fenomena Remaja Citayam di Taman Dukuh Atas

Merujuk UU Omnibus Law, UMP DKI pada 2022 harusnya naik hanya Rp 38 ribu (0,8 persen). Namun, setelah melakukan kajian mendalam, Gubernur Anies merevisi kenaikan UMP 2022 menjadi Rp 225 ribu (5,1 persen) atau di angka Rp 4,64 juta.

Namun, hakim PTUN DKI pada Selasa (12/7) dengan nomor perkara 11/G/2022/PTUN.JKT mencabut Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021. Hakim malah menetapkan UMP DKI tahun 2022 sebesar Rp 4.573.845 merujuk hasil Rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta Unsur Serikat Pekerja atau Buruh.

Menurut Winarso, jika UMP DKI diturunkan mengikuti ketentuan hakim PTUN maka hal itu bisa mengakibatkan kekacauan di tingkat implementasi lapangan. "Pada umumnya, di perusahaan-perusahaan di DKI Jakarta sudah selesai perundingan upahnya di masing-masing perusahaan, dan tidak mungkin ada penurunan upah," ujarnya.

Baca: Fenomena SCBD, Anak Citayam dan Bojonggede Penuhi Taman di Jakarta Pusat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement