Jumat 08 Jul 2022 18:57 WIB

Mendalami Struktur Eksploitatif Ojek Online

Ojol tidak dilindungi UU Tenaga Kerja.

Pengemudi ojek online
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Pengemudi ojek online

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Moh Jumhur Hidayat (Ketua Umum DPP KSPSI)

Barangkali tidak ada dari pembaca tulisan ini yang belum pernah menikmati jasa dari Ojek Online atau OJOL. Mudah diperoleh dan tentunya dengan biaya yang murah kita bisa mendapat pelayanan seperti mengantar kita, mengantar makanan, dan barang kita dan sebagainya. 

Di tengah kenikmatan yang kita rasakan, di saat itu pula sedang terjadi bentuk eksploitasi yang mengerikan. Si pengendara yang yang kelihatan rapih berjaket, ternyata harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi keluarganya dengan berinvestasi motor sekaligus bekerja sambil bercucuran keringat menahan panas dan pengapnya udara di jalanan selama 15 jam per hari dengan pendapatan berkisar Rp 3 juta sampai Rp 5 juta saja per bulannya.

Kata mitra memang menyejukkan. Namun, dalam OJOL ini kata mitra menjadi monster karena mengabaikan status OJOL. Mereka bukan buruh atau pekerja sehingga tidak bisa dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan. Mereka memiliki alat produksi, yaitu kendaraan dan sebagainya, tapi hubungan kemitraannya dengan aplikator eksploitatif, sepihak termasuk pemutusan online kepada para OJOL tanpa verifikasi dan pembagian pendapatan yang sangat timpang.

Bahkan UU No. 12 tahun 2009 tentang Lalu lintas pun tidak mengakui mereka sebagai kendaraan umum. Padahal, nilai produksi jasa yang telah mereka gali bernilai puluhan triliun rupiah. Susah sekali tampaknya kekuasaan ini membuat peraturan untuk perlindungan orang-orang kecil.

Tarif per kilometer yang bisa digunakan sebagai tambahan pendapatan sulit sekali untuk naik sehingga tarif yang ditentukan tetap rendah yang ujungnya pendapatan supir OJOL jadi rendah pula.

Pada masa Karl Marx hidup, dia menyatakan mengantrenya calon pekerja (reserved army) adalah alasan untuk tidak perlu memberi kesejahteraan yang layak bagi buruh. Terkait dengan ini maka janganlah aplikator merekrut sebanyak mungkin "mitra" sehingga mengurangi kesejahteraan mitra. 

Tentunya banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh pembuat kebijakan. Sekilas saja sesungguhnya mudah sekali membuat kebijakan yang bisa menjamin kesejahteraan Pengemudi OJOL ini. Namun pertanyaannya, maukah kekuasaan ini berkhidmat membebaskan mereka dari struktur yang eksploitatif ini? Kalau mau, maka pasti bisa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement