Rabu 05 Aug 2020 15:34 WIB

Pemerintah Akui Feeder Belum Terintegrasi Maksimal

Peran transportasi daring jadi alternatif mengisi kekosongan feeder.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
 Warga Rusunawa Cipinang Besar Selatan (Cibesel) menaiki feeder busway gratis jurusan PGC yang terparkir di halaman Rusunawa Cibesel, Jakarta Timur, Senin (18/1). Penelitian yang dilakukan Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) menyebutkan transportasi daring sangat diandalkan masyarakat untuk menuju transportasi umum seperti stasiun dan halte.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga Rusunawa Cipinang Besar Selatan (Cibesel) menaiki feeder busway gratis jurusan PGC yang terparkir di halaman Rusunawa Cibesel, Jakarta Timur, Senin (18/1). Penelitian yang dilakukan Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) menyebutkan transportasi daring sangat diandalkan masyarakat untuk menuju transportasi umum seperti stasiun dan halte.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian yang dilakukan Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) menyebutkan transportasi daring sangat diandalkan masyarakat untuk menuju transportasi umum seperti stasiun dan halte. Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B Pramesti mengatakan layanan angkutan pengumpan atau feeder sangat penting namun belum terkoneksi dengan baik.

“Pengembangan feeder konvensional belum terintegrasi dengan baik,” kata Polana dalam diskusi virtual, Rabu (5/8).

Baca Juga

Dia menilai hal tersebut yang membuat peran ride hailing atau transportasi daring menjadi moda alternatif. Khususnya dalam mengisi sistem feeder yang fleksibel dan dinamis.

Meskipun begitu, Polana mengatakan yang paling penting kolaborasi transportasi massal dan transportasi daring perlu dilakukan. “Integrasi transportasi sekarang memang ke sana. Untuk di Jabodetabek memang integrasi angkutan umum berperan untuk memenuhi wilayah jabodetabek,” tutur Polana.

Dengan adanya pemanfaatan transportasi daring sebagai moda alternatif feeder, Polana mengatakan hal tersebut perlu difasilitasi dalam integrasi fisik. Salah satunya, kata dia, dengan menyediakan layanan atau fasilitas titik antar jemput.

Di sisi lain, Polana menganggap angkutan feeder konvensional memiliki lebih banyak keuntungan. Salah satunya mengenai kapasitas lebih besar dan biaya yang lebih efisien bagi penggunanya meskipun tidak fleksibel dibandingkan transportasi daring karena aksesnya yang terbatas.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan transportasi seperti moda raya terpadu (MRT), Transjakarta, lintas rel terpadu (LRT), hingga KRL membutuhkan dukungan feeder sebagai pilihan perjalanan dari tempat asal menuju tempat transit transportasi umum. Budi mengatakan hal tersebut dibutuhkan melalui moda angkutan dengan ukuran yang lebih kecil dan fleksibel.

Budi menilai saat ini pertumbuhan permintaan perjalanan harian penduduk di wilayah perkotaan sudah tumbuh semakin pesat. Bahkan terjadi perubahan pola pergerakan yang dinamis.

“Maka penegakan penyediaan layanan feeder konvensional kurang dapat diandalkan,” ujar Budi.

Untuk itu, Budi mengatakan saat ini diperlukan sistem yang mampu melayani kebutuhan perjalanannya masyarakat secara fleksibel. Selain itu juga dapat dijangkau secara real time.

Budi menilai, keberadaan sistem transportasi daring dapat dimanfaatkan untuk mengisi kebutuhan layananan feeder. “Ini bisa dilakukan untuk mendukung layanan transportasi massal perkotaan secara optimal,” ungkap Budi.

Dia menambahkan, pengembangan sistem transit yang andal dan keterpaduan dengan transportasi daring perlu dilakukan. Dengan begitu menurut Budi, era perjalanan yang dapat dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dimanapun, dan kemanapun  dengan memanfaatkan layanan transportasi yang selalu tersedia dapat terwujud. Rahayu Subekti

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement