Kamis 07 Jul 2022 14:13 WIB

MPR Sepakat tidak Amendemen UUD 1945 Periode Ini

Bambang mengatakan, perlu ada jalan untuk menghadirkan PPHN tanpa amendemen UUD.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ketua MPR Bambang Soesatyo
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Ketua MPR Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan bahwa MPR tidak akan melakukan amendemen Undang-Undang Dasar 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada periode 2019-2024 ini. Keputusan tersebut diambil usai Pimpinan MPR menggelar rapat gabungan secara tertutup dengan Badan Pengkajian MPR.

Bambang mengatakan, pimpinan MPR sepakat pentingnya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) bagi bangsa dan negara, khususnya untuk menjamin kesinambungan pembangunan. Namun, upaya menghadirkan PPHN ini sulit direalisasikan.

Baca Juga

“Menghadirkan PPHN melalui ketetapan MPR dengan perubahan terbatas UUD 1945 atau amendemen yang selama ini dicurigai, ditunggangi dan lain seterusnya apakah untuk perubahan masa jabatan presiden atau apalah dan sebagainya, saat ini sulit untuk kita realisasikan. Itu jadi keputusan pimpinan MPR dengan diterimanya laporan Badan Pengkajian" kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (7/7/2022). 

Untuk itu, Bambang menjelaskan, perlu ada jalan untuk bisa menghadirkan PPHN tanpa amendemen. Sebab, menurutnya kurang tepat jika PPHN diatur dalam undang-undang. 

MPR berencana akan menggelar konvensi ketatanegaraan yang panitia adhoc dibentuk pada rapat gabungan 21 Juli mendatang sebelum disahkan pada rapat paripurna 16 Agustus 2022. 

"Kita menganggap perlu dibentuk panitia ad hoc MPR yang akan melakukan pembahasan hal-hal yang dimaksud untuk kemudian diambil keputusan dalam sidang MPR," ujarnya. 

Bambang mengatakan, Badan Pengkajian melihat ada ruang yang bisa dilakukan dengan konvensi ketatanegaraan. Hal ini sebagaimana penyelenggaraan sidang tahunan MPR yang tidak diatur dalam undang-undang dan tidak  dimandatkan undang-undang.

Namunm urgensinya ternyata dapat diterima menjadi suatu konvensi ketatanegaraan. Bambang berharap, keputusan tersebut dapat menghentikan perdebatan soal isu amandemen terkait penambahan masa jabatan presiden.

"Harapan saya dan pimpinan MPR dan badan kajian tidak perlu ada kekhawatiran di publik bahwa ada upaya-upaya untuk melakukan amandemen. Siapa penyelenggaraan pemilu yang akan datang tidak lagi dihantui oleh berbagai kecurigaan-kecurigaan," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement