REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengaku, tetap akan menggelar persidangan dugaan etik terhadap Lili Pintauli Siregar (LPS). Sidang digelar di tengah isu suap kepada Dewas oleh wakil ketua KPK tersebut.
"Dewas tidak akan terpengaruh isu suap atau berita LPS mundur," kata anggota Dewas KPK, Syamsudin Haris di Jakarta, Selasa (5/7).
Dia menegaskan, rumor tersebut tidak akan menunda sidang terhadap mantan wakil ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tersebut. Lili disidang usai diduga menerima gratifikasi dari PT Pertamina terkait fasilitas MotoGP Mandalika.
"Tetap sesuai jadwal tanggal 5 Juli 2022, jam 10.00 WIB," kata Syamsudin lagi.
Seperti diketahui, Lili Pintauli Siregar kembali dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik. Wakil Ketua KPK itu disebut-sebut menerima gratifikasi berupa fasilitas untuk menonton MotoGP Mandalika dari PT Pertamina.
Lili diduga mendapatkan fasilitas menonton MotoGP per tanggal 18 sampai 20 Maret 2022 pada Grandstand Premium Zona A-Red. Selain itu, Lili juga diyakini mendapatkan fasilitas menginap di Amber Lombok Resort pada tanggal 16 Maret sampai 22 Maret 2022.
Ini bukan kali pertama Lili Pintauli Siregar berurusan dengan pelanggaran etik. Lili sebelumnya telah terbukti melanggar kode etik dan perilaku pegawai KPK dengan melakukan kontak kepada mantan wali kota Tanjungbalai, M Syahrial yang saat itu tengah berperkara di KPK.
Lili Pintauli juga dilaporkan atas dugaan kebohongan publik masih berkenaan dengan kasus M Syahrial. Namun, Dewas telah menghentikan pengusutan perkara dari laporan tersebut.
Lili juga pernah dilaporkan ke Dewas terkait dugaan pelanggaran etik berkenaan dengan penanganan perkara di Labuhanbatu Utara Labura, Sumatera Utara. Namun, Dewas menegaskan tidak akan menindaklanjuti laporan ini karena mengaku tidak cukup bukti.
Pelanggaran Etik yang dilakukan Lili kemudian menjadi sorotan laporan pelanggaran HAM yang dikeluarkan Kementerian luar negeri Amerika Serikat. Laporan dengan judul "2021 Country Reports on Human Rights Practices" itu menjelaskan bagaimana pelanggaran kode etik yang dilakukan Lili Pintauli Siregar.