Senin 04 Jul 2022 17:23 WIB

Wamenkes: Riset Ganja Medis tak Perlu Revisi UU Narkotika

Posisi ganja masuk kategori narkotika golongan I.

Rep: Febryan A/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, pihaknya akan segera membuat regulasi yang memperbolehkan riset tanaman ganja untuk pengobatan. Dia menegaskan, pembuatan regulasi itu tak perlu didahului dengan revisi Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika. 

Dante menjelaskan, posisi ganja yang masuk kategori narkotika golongan I dalam UU tersebut tak perlu diubah untuk keperluan riset. "UU Narkotika tidak perlu diubah untuk keperluan riset ganja medis ini," kata Dante kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/7/2022). 

Baca Juga

Untuk diketahui, Pasal 8 UU Narkotika  melarang narkotika golongan I digunakan untuk pelayanan kesehatan. Hanya saja, narkotika golongan ini boleh digunakan dalam jumlah terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, reagensia diagnostik, reagensia laboratorium. 

Agar narkotika golongan I dapat digunakan untuk keperluan riset, maka harus mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Karena tak perlu mengubah UU Narkotika, Dante memastikan pihaknya akan segera membuat regulasi izin penelitian ganja. "Dalam waktu dekat akan kita bahas regulasinya," kata dia. 

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa pihaknya akan mengizinkan penelitian medis terkait khasiat tumbuhan ganja. Tapi, masyarakat tetap tak diperbolehkan mengonsumsinya untuk kebutuhan rekreasi. 

"Kalau selama ganja dipakai untuk penelitian medis, itu kita izinkan. Tapi bukan untuk dikonsumsi," ujar Budi kepada wartawan di Jakarta, Ahad (3/7/2022). 

Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengaku sudah mulai mengumpulkan referensi-referensi ilmiah untuk digunakan dalam riset ganja medis. Riset itu nantinya akan berupaya mencari tahu penyakit apa saja yang bisa diberikan terapi ganja, bagaimana aspek keselamatan pasien ketika mendapatkan pengobatan ganja, efek samping dari penggunaan ganja medis, dosisnya, hingga pengawasan efek sampingnya. 

"Sebagai usulan dari organisasi profesi IDI, kita mendorong ini (ganja medis) menjadi bagian riset terlebih dahulu. Baru kemudian kita melangkah untuk menjadikannya suatu bagian dari standar pelayanan kesehatan," kata Ketua IDI, M Adib Khumaidi kepada wartawan di Jakarta.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement