Sabtu 02 Jul 2022 18:09 WIB

Epidemiolog: ASI Eksklusif Bentuk Daya Tahan Tubuh Bayi

Dukungan terhadap ibu agar dapat memberikan ASI eksklusif sangat penting.

Ilustrasi. Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengingatkan bahwa ASI eksklusif merupakan fondasi dasar pembentuk daya tahan tubuh bayi.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ilustrasi. Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengingatkan bahwa ASI eksklusif merupakan fondasi dasar pembentuk daya tahan tubuh bayi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengingatkan bahwa ASI eksklusif merupakan pondasi dasar pembentuk daya tahan tubuh bayi. Dengan demikian, dukungan terhadap seorang ibu agar dapat memberikan ASI eksklusif selama enam bulan merupakan hal yang sangat penting.

"Asi eksklusif adalah sumber asupan nutrisi yang sangat baik untuk bayi baru lahir," katanya ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (2/7/2022).

Baca Juga

Terkait hal tersebut, ia sangat menyambut baik telah disepakatinya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi inisiatif DPR untuk dibahas bersama pemerintah. Menurutnya, aturan-aturan yang terdapat dalam RUU KIA sangat mengakomodir kesejahteraan ibu dan anak.

"RUU ini juga mengakomodir banyak hal, khususnya mengakomodir upaya pemenuhan ASI eksklusif bagi anak-anak Indonesia," katanya.

Dia menjelaskan, RUU KIA memuat usulan mengenai masa cuti hamil bagi ibu melahirkan yakni paling sedikit enam bulan seperti tertulis dalam pasal 4 ayat (2) huruf a. Menurut Pane, usulan perpanjangan masa cuti ibu hamil seperti yang tertulis dalam RUU tersebut sangat erat kaitannya dengan pemenuhan ASI eksklusif.

"Seorang ibu yang baru saja melahirkan akan memiliki waktu yang cukup untuk memberikan ASI eksklusif, ini tentunya juga memiliki korelasi terhadap upaya penurunan prevalensi kekerdilan karena pemberian air susu ibu adalah salah satu upaya mencegah masalah yang diistilahkan stunting itu," katanya.

Kendati demikian, dia juga mengingatkan bahwa masih banyak variabel lain yang terkait dengan upaya penurunan prevalensi kekerdilan. "Terkait prevalensi kekerdilan atau stunting ini memang cukup banyak variabel lain yang dapat mempengaruhi seperti anemia pada ibu hamil dan lain sebagainya," katanya.

Untuk itu, kata dia, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai upaya pencegahan masalah kekerdilan harus terus diintensifkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement