Jumat 01 Jul 2022 15:05 WIB

Pengamat: Gerakan KIB Masih Jalan di Tempat

KIB perlu terus bergerak agar koalisi ini tak sekedar kumpulan partai yang tak solid.

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Koalisi Indonesia Bersatu
Foto:

Selain PDIP, situasi partai lain seperti Nasdem yang sudah menelurkan tiga nama capres. Rekomendasi Nasdem bersama Anies, Andika, dan Ganjar, juga masih tertahan untuk berkoalisi dengan Demokrat-PKS. Hal ini menjadi kuncian, pasca ketua umumnya, Surya Paloh menyampaikan gagasan Capres-Cawapres Pemersatu.

"Usulan capres pemersatu Nasdem, lewat paket Anies - Ganjar atau Ganjar-Anies. Padahal jamak diketahui oleh publik, Demokrat mengusung sosok Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)  baik sebagai Capres atau Cawapres, walaupun PKS belum sampai bicara nama," ungkapnya.

Situasi lebih baik, justru sementara ini, ada di Gerindra-PKB, yang dalam beberapa kesempatan informal mulai mengenalkan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), karena koalisi ini ramping dan rasional. Maksudnya ramping, karena KIR atau koalisi Gerindra-PKB sudah mampu memenuhi presidential threshold dan rasional.

"Karena basis massa Gerindra yang nasionalis, dilengkapi oleh PKB yang didominasi kalangan santri. Artinya kemungkinan koalisi ini terbentuk sangat besar pasca KIB walaupun tak bisa dimungkiri  dinamika koalisi masih terus berlangsung," ujar Agung.

Karena itu melihat masih jalan di tempatnya KIB ini, Agung menyarankan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk merespon perihal ini. Pertama, soal visi, misi, program, dan inovasi kebijakan (baca : platform pilpres), karena ini menjadi jantungnya perubahan.

Dia mengingatkan, jangan sampai platform pilpres bersama koalisi ini hanya menjadi domain tim sukses seperti biasanya. Atau hal ini hanya bahan debat kandidat tanpa keterlibatan publik secara intensif di dalamnya lewat kampus, LSM/NGO kredibel, atau tokoh masyarakat sipil yang kompeten.

"Pembahasannya bisa dimulai dengan mengurai problem-problem kontemporer soal kemiskinan, pengangguran, melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, ancaman pasokan pangan akibat perang Rusia-Ukraina, terkait pemanasan global, perihal pandemi corona dan setelahnya, dan hal-hal lainnya yang dewasa ini menemani keseharian kita," paparnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement