REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menilai relaksasi aturan ganja untuk keperluan medis perlu dari sisi manfaat dan mudharatnya. Untuk itu, DPR akan melakukan kajian dengan mendengarkan para ahli kesehatan, dokter, dan farmakolog.
"Sehingga kalau pun nanti ada relaksasi aturan itu akan berbasis empiris," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Diketahui, aturan larangan ganja untuk pelayanan kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 pasal 8 ayat 1. Menurut Arsul jika ada relaksasi aturan pada pasal pasal tersebut, maka pasal dalam undang-undang tersebut perlu diubah.
"Nah, sebetulnya yang diperlukan oleh DPR kalaupun nanti disepakati karena ada aspirasi dari masyarakat luas dan juga para ahli kesehatan itu juga sudah mengonfirmasinya berbasis penelitian, maka yang diperlukan perubahan seperti ini, bahwa narkotika golongan I dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan atau pengobatan dengan syarat syarat yang ketat sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundangan," jelasnya.
Namun demikian dirinya mengingatkan relaksasi aturan tersebut hanya untuk keperluan medis. Jangan sampai ganja justru digunakan untuk kesenangan (leisure).
"Jadi tidak ada cerita tentang cannabis for leisure. Tidak ada itu. Ini semata-mata demi untuk medis dan itu pun ada syarat-syarat yang ketat supaya tidak ada penyalahgunaan nantinya," tuturnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) diberitakan akan menyiapkan fatwa mengenai penggunaan ganja untuk alasan medis. Politikus PPP menyambut baik terkait rencana tersebut.
"Saya kira kalau MUI juga melakukan kajian seperti yang diminta oleh Pak Wapres ya itu lebih baik lagi. Karena berarti dari sisi syariat Islam selesai, tinggal dari sisi kesehatan," tegasnya.