Ahad 26 Jun 2022 18:52 WIB

Pengamat: Anies Berpotensi Jadi Target Framing Politik Identitas

Framing itu dinilai akan membatasi Anies meraih dukungan kelompok moderat.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) melayani warganya berswafoto saat Puncak Perayaan HUT ke-495 tahun Jakarta di Jakarta International Stadium, Jakarta, Sabtu (25/6/2022). Konser malam puncak Jakarta Hajatan yang bertemakan
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) melayani warganya berswafoto saat Puncak Perayaan HUT ke-495 tahun Jakarta di Jakarta International Stadium, Jakarta, Sabtu (25/6/2022). Konser malam puncak Jakarta Hajatan yang bertemakan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat politik yang tergabung dalam Forum Doktor Ilmu Politik UI, Reza Hariyadi, menilai sosok Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpotensi terkena upaya pembingkaian (framing) politik identitas. Hal ini bisa dilihat belum lama ini sekelompok orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai Majelis Sang Presiden yang mengeklaim terdiri dari eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), hingga mantan napi terorisme, mendeklarasikan Anies sebagai Capres 2024.

Reza menyebutkan pola-pola stigmatisasi, framing, hingga mobilisasi politik identitas biasanya menjadi modus dalam komodifikasi (perubahan fungsi) politik identitas dengan target untuk mendistorsi opini publik dan memberikan label negatif pada figur yang disasar. "Ini tampak seperti komodifikasi politik identitas, siapa saja bisa disasar, dan Anies Baswedan sebagai figur capres bisa jadi target potensial. Mungkin motifnya untuk mencederai citra dia di mata publik," ujar Reza, Ahad (26/6/2022).

Baca Juga

Mantan aktivis GMNI itu mensinyalir aksi dukungan capres yang marak di tanah air tak lepas dari mobilisasi politik namun tidak tulus. Termasuk kelompok yang mengaku Ijtima Ulama yang mendukung Sandiaga Uno dan Majelis Sang Presiden yang mengusung Anies sebagai Capres 2024. Aksi politik tersebut, menurutnya digelar secara terpola, sistematis, dan sulit dipungkiri adanya rancangan politik tertentu di balik itu.

Aksi itu juga menurutnya dapat memberi impresi politik yang bisa saja keliru kepada publik, seolah Anies dekat dengan kelompok yang dianggap radikal maupun intoleran. "Ini bisa dimainkan oleh lawan politik untuk menyudutkan, karena dicap Islam garis keras dan menjadi tantangan bagi Anies jika maju pilpres 2024", ujar Reza.

Secara politik, stigma-stigma tersebut tidak menguntungkan Anies Baswedan sebagai salah satu calon presiden (capres), yang belakangan makin populer setelah mendapat dukungan Partai Nasdem dan termasuk figur dengan elektabilitas tinggi untuk diusung pada Pilpres 2024. Adanya framing politik tersebut tentu akan membatasi ruang gerak Anies untuk meraih dukungan kelompok moderat dan nasionalis.

Pembingkaian politik identitas itu juga, disebutnya akan mereduksi demokrasi dan dapat memecah belah anak bangsa menjelang Pilpres 2024. Berdasarkan pengalaman, hal itu menunjukkan polarisasi politik berbasis politik identitas kondusif bagi konflik sosial dan memerlukan waktu panjang untuk pemulihan (recovery) sosial.

Namun, Reza juga yakin bahwa publik akan semakin kritis terhadap politik identitas dan akan melawan aktor-aktor yang menggerakkan politik identitas hanya untuk kepentingan kekuasaan semata. "Anies juga perlu mempelopori politik bermartabat dan konsisten saja menjalankan program pro rakyat memecahkan masalah-masalah faktual di Jakarta yang sudah dilakukan selama menjadi Gubernur DKI," ucap Reza.

Untuk melawan stigmatisasi intoleran dan radikal itu sendiri, menurutnya, Anies punya modal besar, dimana dia lahir dan berpengalaman sebagai aktivis dari kampus yang dikenal sebagai corong moderasi di Indonesia. Pengalaman sebagai aktivis dan latar belakang sebagai akademisi dari kampus yang mengembangkan pemikiran inklusif dan moderat dari Cak Nur (Nurcholish Madjid).

"Itu semestinya dapat menegaskan pandangan dan komitmen Anies terhadap pluralisme dan kebangsaan," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement