Senin 20 Jun 2022 13:05 WIB

Membaca Pesan Politik Surya Paloh dan Partai Nasdem

Melihat manuver politik Surya Paloh dalam pencalonan pilpres 2024.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyampaikan pidato dalam penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Nasdem di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Jumat (17/6/2022). Pada penutupan Rakernas Partai Nasdem tersebut Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengumumkan 3 nama bakal calon presiden hasil dari hasil Rakernas yaitu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo   Prayogi/Republika
Foto:

Teletubbies

Saya  mengenal  Surya Paloh cukup lama. Hanya "casingnya" yang kelihatan beringas. Hanya geram suaranya yang menyeramkan. Watak aslinya  cukup elastis, santun, termasuk dalam berpolitik. Masih di usia muda Paloh sudah duduk di parlemen. Tapi posisi  itu tak membuat pencarian nilai - nilai ideal berbangsa dan bernegara berhenti. 

Paloh  membangun industri pers untuk memberdayakan pilar keempat demokrasi. 

Surat Kabar pertamanya, "Prioritas" yang disebutnya sebagai media perlawanan bahkan turut menjadi korban keganasan rezim Orde Baru. Media itu dibreidel ketika masih seumur jagung. Kejadian itu  membuatnya semakin matang. Paloh tidak mutung. Dia  bangkit lagi membangun industri media, menerbitkan  "Harian Media Indonesia" dan mendirikan "Metro TV", televisi berita  pertama di Indonesia. Setelah itu dia mendirikan Partai Nasdem pada tahun 2011.

Pemilu 2024 nanti merupakan pesta demokrasi ketiga kali diikuti Nasdem. Dan, terbukti benar : dia tidak menjadikan Nasdem sebagai tumpangan pribadinya untuk meraih kursi di pucuk kekuasaan.

Kurang apa Paloh? Dia adalah Ketua Umum, pendiri dan pemilik Partai Nasdem. Dengan latar belakang  itulah sikap politik  putra Aceh kelahiran Medan ini selalu menarik diikuti. Paloh tidak   menggunakan  Partai Nasdem untuk menyalurkan syahwat kekuasaan politiknya. Itu yang membedakan dia dengan kebanyakan elit politik dan pimpinan parpol di Tanah Air yang tampak berlaku baru sebatas politikus dan bukan negarawan.

Lihat saja betapa kacaunya iklim pilitik yang diciptakan para politikus itu satu dasawarsa ini. Berebutan mengincar jabatan ketua umum Parpol untuk tunggangan meraih kekuasaan. Kalau perlu dengan lewat cara yang mengerikan. Kompetisi dijadikan gelanggang untuk saling mengenyahkan, saling menyingkirkan dan "membunuh". Memang ada juga laku politikus yang bikin kita geli. Paling menggelikan ketika tiga pimpinan parpol mengumumkan pembentukan koalisi baru. Yang foto- foto elitnya  mirip "teletubbies", viral di media sosial. Bagaimana koalisi itu bisa  meyakinkan rakyat sementara kita tahu watak mereka serupa Indian yang terkenal dengan ungkapan "All Indian,Chief. Alias, semua  Indian adalah Kepala Suku. Masih segar dalam ingatan, bukankah ada jejak digital mereka secara sendiri -sendiri menginginkan duduk di  kursi presiden. 

Situasi politik semakin chaos manakala pejabat yang berstatus pembantu atau pesuruh presiden pun ikut meramaikan bursa presiden.  Tanpa risih dan malu memanfaatkan jabatan dan fasilitas  negara untuk merintis jalan menuju Istana.  Secara terselubung maupun terang-terangan. Kita tidak tahu, entah  apa yang merasuki pikiran mereka. 

Paloh Pernah Gagal 

Paloh bukan tidak pernah tergiur jabatan presiden. Tahun 2004, semasa masih di Golkar, Paloh menginisiasi dan sekalian ikut Konvensi Partai Golkar untuk memilih bakal calon Presiden. Waktu itu saya mewawancarainya secara khusus dan menuliskan jalan pikirannya yang  " out of the box".  Maksudnya, ia ingin mengubah stigma Golkar dari partai " tertutup" menjadi partai modern. Yang membuka pencalonan sosok pemimpin bangsa  di luar Partai Golkar.  Paloh kalah dalam Konvensi  Golkar 2004 itu. Tapi, itu tak membuatnya  jera memperjuangkan perlunya  menemukan sosok negarawan untuk memimpin negara. Bukan memperjuangkan dirinya sendiri. 

Karena sulit mengubah watak Golkar lama yang sudah berkarat, Paloh pun meninggalkan partai itu. Tahun 2011 ia mendirikan Partai Nasdem. Lewat Nasdem, Paloh leluasa memperjuangkan ide yang out of the box itu. Dia pun menemukan hal yang  diidamkannya sejak dulu : ternyata ada pada diri Anies Baswedan, Andhika Perkasa dan Ganjar Pranowo. Kebetulan  dua dari tiga nama yang itu  klop dengan aspirasi luas rakyat  Indonesia. Nama- nama itu sejak dua tahun lalu sudah bertengger di papan atas, sudah diuji berkali- kali oleh pelbagai lembaga survey. 

Pemilu memang masih lama, dua tahun lagi. Tapi marketing  Rakernas Nasdem luar biasa. Mempercepat  masyarakat memberi perhatian pada pesta demokrasi sekali lima tahun itu. 

Menempatkan Paloh sebagai seorang Enterpreuner kampiun. Ibarat produser film, Paloh jauh- jauh hari sudah "membooking" artis papan atas untuk membintangi film produksi terbarunya. Dalam dunia film dunia maupun Indonesia, produser film yang punya kontrak eksklusif dengan artis papan atas, sama dengan sudah mengantongi seluruh hasil penjualan karcis bioskop sebelum  syuting mulai. Sang produser akan menjadi kiblat seluruh penyalur film bioskop dunia 

serta distributor  penayangan untuk media televisi. Posisi kiblat akan membuat seluruh biaya produksi film akan mengalir dari para distributor. Bukankah posisi Anies dan Ganjar adalah aktor superstar dalam politik kita? 

Dari segi ideologinya pun Paloh terasa lebih cerdas.  Melalui Rakernas, Paloh dan Nasdem  berhasil melekatkan kembali seluruh isi konstitusi di kepala  seluruh rakyat Indonesia bahwa pada Pemilu 2024 nanti adalah momen penggantian presiden.  Titik. Saya kira itu misi murni  Paloh. Dengan itu sekaligus  dia menghalau dan mengusir para petualang politik yang seenaknya mau mengubah konstitusi demi melanggengkan kekuasaan koalisinya. Yang tanpa malu masih terus saja berupaya memperjuangkan jabatan presiden boleh lebih dua priode. Saya  kira buat Paloh tidak menjadi soal apakah nanti tokoh yang diusungnya bisa jadi presiden atau tidak. Seperti yang dikatakannya sendiri waktu menutup Rakernas Nasdem malam itu. "Seandainya pun calon yang kita dukung terpilih, kemudian lupa pada NasDem, itu sudah nasib kita," kata dia. Yang penting bagi Paloh pempimpin bangsa yang terpilih menghuni Istana nanti adalah pemimpin bangsa kelas negarawan. Lahir dari proses komitmen seluruh bangsa dan kepatuhan pada konstitusi. 

Saya kira semua wartawan pun atau pers Nasional yang merupakan penjaga pilar keempat demokrasi niscaya ikut terpanggil mengawal pesan Surya Paloh itu. 

 

Pangandaran, Juni 2022

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement