REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Febby Rizky Pratama menyebut kerugian material akibat bencana tanah bergerak yang terjadi di daerah itu pada Jumat (10/6/2022) mencapai Rp 1,5 miliar.
"Kerugian akibat bencana alam itu berupa enam unit rumah warga dan jalan antardesa sepanjang 70 meter ambles dengan kedalaman dua meter," kata Febby di Lebak, Rabu (15/6/2022).
Pemerintah daerah setempat memprioritaskan pembangunan jalan antardesa yang ambles sepanjang 70 meter dengan kedalaman dua meter tersebut, dan saat ini sedang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( DPUPR). Ruas jalan tersebut cukup vital untuk menopang perekonomian masyarakat di daerah itu. Apalagi, masyarakat kebanyakan berprofesi sebagai petani, sehingga membutuhkan kelancaran akses lalu lintas.
Petani di daerah itu memasok berbagai komoditas pertanian ke Pasar Rangkasbitung dan daerah lainnya di Provinsi Banten.
"Kami berharap dua pekan ke depan kondisi jalan antardesa itu bisa kembali dilintasi angkutan," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah daerah juga mempercepat bantuan warga yang terdampak bencana tanah bergerak untuk menerima dana tunggu hunian ( DTH) agar mereka bisa menyewa rumah, karena selama ini mereka mengungsi di rumah orang tua dan kerabat setelah rumah miliknya rusak berat. Penyaluran DTH diharapkan pekan ini sudah diterima warga terdampak yang masing-masing kepala keluarga sebesar Rp3 juta untuk enam bulan atau sebesar Rp500 ribu per bulan.
"Kami minta warga hari Kamis (16/6) sudah bisa melaporkan nomor rekening banknya," katanya.
Untuk pembangunan hunian tetap (huntap), kata dia, pemerintah daerah akan membahas alokasi anggarannya. Sebab, pembangunan huntap perlu adanya pembebasan lahan.
"Kita berharap pemerintah daerah berupaya untuk membantu masyarakat yang terdampak bencana tanah bergerak itu, " katanya.
Sementara itu, Karman (50), warga korban bencana tanah bergerak mengaku terbantu dengan bantuan DTH dari pemerintah setempat, karena bisa meringankan beban ekonomi. Rumah miliknya yang dibangun dengan biaya sekitar Rp200 juta itu kondisinya rusak berat. Saat ini, katanya, terpaksa mengungsi di rumah mertua.
"Dengan menerima DTH ini kami bisa menyewa rumah untuk enam bulan ke depan," katanya.