REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi hukum Masriadi Pasaribu menyayangkan adanya isu yang berembus mengenai pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi, jika dasar gagasan tersebut muncul hanya berlandaskan hasil survei.
Hasil Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di urutan keenam dari 10 lembaga negara yang diuji. Dibandingkan dengan lembaga penegak hukum lain, tingkat kepercayaan terhadap KPK masih kalah dari Pengadilan, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia.
Atas hasil survei tersebut, santer opini yang mengusulkan agar KPK dibubarkan saja serta anggarannya dilebur ke Kejaksaan Agung.
“Saya kira ini cenderung menyesatkan, memberi tafsir keliru atas hasil survei untuk membubarkan lembaga negara,” kata Masriadi Pasaribu, Selasa (14/6/2022).
Menurut dia, hasil survei Indikator sama sekali tidak menyimpulkan bahwa KPK lembaga penegak hukum yang paling tidak dipercaya masyarakat. Survei itu, lanjutnya, juga tidak menandaskan tingkat kepercayaan atas KPK masuk ke dalam kategori rendah.
“Kalau dibaca seksama datanya, tingkat kepercayaan KPK gak jauh beda kok dengan Kejagung dan Pengadilan, sekitar 60 persen. Apakah itu rendah? Kalau disebut rendah, dan kita pakai untuk bubarkan lembaga, ya berarti semuanya aja dibubarin,” ujarnya.
Dia menyatakan, tidak sulit untuk menangkap adanya upaya permainan opini atas data hasil survei. Terlebih hasil survei sudah dipaparkan secara gamblang oleh Direktur IPI Burhanuddin Muhtadi waktu lalu.
“Bukan surveinya yang salah, tapi framing sebagian pihak itu yang seolah-olah KPK sudah tidak dipercaya,” kata Masriadi.
Di luar persoalan tersebut, Masri merasa heran dengan perilaku segelintir orang yang berupaya membangun opini pembubaran KPK atas dasar hasil survei. Dalam pandangannya, opini tersebut tidak rasional mengingat survei adalah metode mengukur persepsi publik yang bersifat dinamis, bukan alat membubarkan lembaga.
“Bernegara ada tata aturannya, gak bisa main hantam. Parpol dan DPR dari dulu paling rendah surveinya (tingkat kepuasan dan kepercayaan), apakah kemudian mau dibubarkan? Gak bisa begitu,” ujar dia.
Lagi pula, sambung advokat dari kantor hukum Masriadi dan Renhad Pasaribu itu, hingga saat ini KPK masih mencatatkan peran penting dalam kerja pemberantasan korupsi.
“Hampir 500 miliar kerugian negara disetor KPK ke kas negara tahun 2021. Dan permulaan tahun ini 250 miliar,” katanya.
Selain itu, sepanjang tahun 2022, tercatat hingga bulan Juni, sudah enam kepala daerah yang ditangkap KPK. Berbagai strategi dan program pencegahan korupsi pun terus digalakkan dengan menyasar lembaga pemerintah, partai, hingga desa-desa. “Lebih baik jadikan hasil (survei) itu untuk mendorong peningkatan kinerja serta kolaborasi antar penegak hukum,” kata dia.
Dikutip dari Antara, sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK mengapresiasi semua pihak yang terus konsisten mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui perannya masing-masing.
"Pengukuran itu akan menjadi masukan sekaligus motivasi bagi KPK untuk terus melakukan upaya perbaikan dalam melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi," kata Fikri.