REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto mengatakan, salah satu alasan pengambilalihan 1,1 juta hektare hutan di Pulau Jawa dari pengelolaan Perum Perhutani adalah karena ada banyak lahan kritis. Tercatat ada 472 ribu hektare lahan hutan kritis yang perlu direhabilitasi segera.
"Kalau luasnya yang ada di dalam kawasan hutan menurut catatan direktorat jenderal itu ada 472 ribu yang kritis," kata Bambang dalam siniar Forest Digest, dikutip Senin (13/6).
Untuk diketahui, pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 287 menetapkan 1.103.941 hektare (ha) Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Pulau Jawa menjadi Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Alhasil, area 1,1 juta hektare itu tak lagi di bawah kelola Perum Perhutani.
Bambang mengatakan, lahan kritis seluas 472 ribu hektare itu selama ini berada di bawah kelola Perhutani. Karena itu, pemerintah mengambil alihnya agar bisa direhabilitasi dengan menggunakan pendekatan lain.
"Yang namanya perum, kalau berdasarkan definisi untuk kepentingan publik. Namun dalam kenyataannya, kita lihat potret lahan kritis di Jawa di kawasan hutan lindung nampaknya membutuhkan sentuhan lain," ujarnya.
Bambang menambahkan, selain untuk merehabilitasi lahan kritis, pengambilalihan 1,1 hektare hutan Jawa juga bertujuan untuk memperkuat Perum Perhutani. Selama ini Perum Perhutani mengelola seluruh hutan di Pulau Jawa, kecuali hutan konservasi dan hutan di Provinsi DIY Yogyakarta, dengan luas total 2,4 juta hektare.
Dengan berkurangnya area kelola Perhutani seluas 1,1 juta hektare, kata dia, diharapkan BUMN tersebut bisa fokus dalam bisnisnya. "Konsentrasi di core bisnisnya seperti tanaman, jasa lingkungan, dan wisata," ujar Bambang.
Dirut Perum Perhutani Wahyu Kuncoro mengaku mendukung kebijakan KLHK ini meski area kelolanya berkurang hampir 50 persen. "Prinsipnya kami sebagai BUMN, dalam hal negara akan mengadakan sebuah program tentu kami harus mendukung sepenuhnya," ujarnya beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani (SP2P) khawatir bakal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pengurangan wilayah kelola ini.