REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Buruh menolak durasi masa kampanye selama 75 hari yang telah ditetapkan KPU bersama pemerintah dan DPR. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, rentang waktu antara pemungutan suara dan penetapan daftar calon tetap minimal tujuh bulan.
Said menilai, KPU telah melakukan pelanggaran. "Apa pelanggarannya, satu, KPU itu adalah lembaga independen yang dibentuk oleh perintah Undang-Undang Dasar. Tidak boleh KPU membuat kesepakatan dengan DPR dan pemerintah karena DPR itu semua itu partai politik yang menjadi peserta pemilu. Masak, peserta pemilu membuat kesepakatan dengan penyelenggara pemilu?" kata Said dalam konferensi pers secara daring, Senin (13/6).
Menurutnya KPU hanya diperbolehkan melakukan konsultasi dengan DPR. Partai Buruh akan melaporkan KPU ke Bawaslu siang ini.
Ia pun menyayangkan sikap KPU yang tidak mengajak bicara partai nonparlemen dan partai baru dalam menentukan durasi masa kampanye. "KPU telah melanggar Undang-Undang Pemilu, dan ini berbahaya," ujarnya.
Alasan lain Partai Buruh menolak durasi kampanye 75 hari karena tidak cukup waktu bagi partai baru untuk berkampanye. "Ini sangat menguntungkan partai-partai yang ada di parlemen, dan merugikan partai nonparlemen dan partai baru, berarti KPU telah melanggar asas jujur dan adil," ucapnya.
Partai Buruh dan sejumlah kelompok buruh akan menggelar aksi unjuk rasa pada 15 Juni 2022. Partai Buruh akan menyuarakan keberatan terkait hal itu dalam aksi tersebut.