Kamis 09 Jun 2022 14:59 WIB

Operasi Pemberantasan Gerakan Khilafatul Muslimin

Khilafatul Muslimin dianggap sebagai ancaman bagi keselamatan negara.

Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja (kiri) saat tiba di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (7/6/2022). Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap Abdul Qadir Baraja di Lampung setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran dan kegaduhan di tengah masyarakat serta tindak pidana organisasi masyarakat yang bertentangan dengan Pancasila. Republika/Putra M. Akbar
Foto:

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkap pola organisasi Khilafatul Muslimin menyebarkan ideologi khilafah setelah pemimpin tertinggi organisasi tersebut Abdul Qadir Baraja ditangkap aparat kepolisian di Lampung pada Selasa (7/6/2022). Pengajian dan dakwah jadi kedok gerakan ini menyebarkan ideologi khilafah.

"Pola penyebaran ideologi khilafah yang dilakukan Khilafatul Muslimin itu disebarkan dengan berbagai cara, antara lain berkedok pengajian atau dakwah," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Polisi R. Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (8/6/2022).

Ia mengatakan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila tersebut juga disebarkan melalui kampanye terbuka, termasuk di antaranya konvoi, penyebaran buletin rutin setiap bulan, dan melalui internet. Dari berbagai pola tersebut, ujar dia, diketahui bahwa Khilafatul Muslimin memiliki agenda terselubung untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah.

Mantan Kabag Banops Densus 88 itu mengungkapkan Khilafatul Muslimin terbukti tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Namun, organisasi itu memiliki sebaran cabang yang besar, setidaknya terdapat 23 kantor wilayah dan tiga daulah di Jawa, Sumatera, dan Indonesia Bagian Timur.

Di samping itu, pemimpin Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja bukan hanya baru kali ini ditangkap melainkan sebelumnya pernah ditangkap dan dihukum dua kali atas keterlibatan yang bersangkutan di jaringan terorisme. Pertama pada Januari 1979 terkait Teror Warmandan kedua, yang bersangkutan ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal 1985.

"Jadi sekali lagi persoalan ideologi tidak bisa dipatahkan dengan jeruji besi, tapi butuh transformasi menuju ideologi alternatif," kata Nurwakhid.

Menurut dia, keberadaan orang-orang contohnya Baraja dengan Khilafatul Musliminnya akibat adanya kekosongan pimpinan di kalangan kelompok masyarakat yang mendambakan khilafah. Baraja sebelumnya mengklaim sebagai khalifah sebagaimana Abu Bakar Al-Badgdadi mengklaim mempunyai teritori khilafah di Irak dan Suriah serta mendeklarasikan diri sebagai khalifah.

Sasaran kelompok-kelompok sebagaimana Khilafatul Muslimin, papar dia, adalah masyarakat yang skeptis pada pemerintah. Termasuk pula mereka yang masih memiliki imajinasi tentang khilafah dengan pemahaman agama dangkal sehingga rentan direkrut sebagai teroris.

Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mengapresiasi langkah kepolisian yang menangkap pimpinan Khilfatul Muslimin dan menyatakan keberadaan organisasi tersebut mengancam keselamatan negara.

"Khilafatul Muslimin merupakan gerakan keagamaan yang gigih mempropagandakan dan mengampanyekan sistem khilafah di NKRI dan ingin mengganti konsep negara Pancasila dan NKRI yang sudah menjadi kesepakatan bangsa. Sehingga gerakan tersebut harus segera ditindak karena dapat mengancam keselamatan negara," ujar Wamenag dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Zainut meyakini penangkapan pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja, oleh kepolisian telah memenuhi bukti yang cukup. Ia berharap polisi segera mengembangkan proses penyidikan untuk mengungkap motif dan pola pergerakan organisasi tersebut.

"Agar dapat segera ditindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlalu," kata dia.

Menurutnya, keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI pada 2006 di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, bahwa pendirian negara NKRI adalah upaya final bangsa Indonesia. Untuk itu, kata dia, segala bentuk penghianatan terhadap kesepakatan bangsa dan pemisahan diri (separatisme) dari NKRI yang sah, dalam pandangan Islam termasuk bughat (haram).

"Sedangkan bughat adalah haram hukumnya dan wajib diperangi oleh negara," kata dia.

Menurutnya, konsep khilafah yang diusung oleh kelompok seperti ISIS, HTI, dan Khilafatul Muslimin bertentangan dengan konsep NKRI. Bahkan konsep tersebut akan menimbulkan benturan antarkelompok di Indonesia dan mengancam kelangsungan NKRI sebagai hasil konsensus nasional para pendiri bangsa Indonesia.

"Para pendukung konsep khilafah tersebut cenderung bersifat puritan, merasa benar sendiri dan menyalahkan orang lain, sehingga berpotensi mengganggu dan bahkan merusak kerukunan antarasesama warga bangsa," katanya.

 

photo
Geger Pembakaran Bendera HTI - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement