Rabu 08 Jun 2022 13:23 WIB

YLKI Belum Pernah Terima Aduan Kemasan AMDK dari Masyarakat  

YLKI menyatakan hingga saat ini belum ada pengaduan soal galon isi ulang bermasalah

Rep: Novita Intan / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi galon air minum. YLKI menyatakan hingga saat ini belum ada pengaduan soal galon isi ulang bermasalah
Foto: ANTARA/Wahyu Putro A
Ilustrasi galon air minum. YLKI menyatakan hingga saat ini belum ada pengaduan soal galon isi ulang bermasalah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengakui belum pernah menerima pengaduan dari masyarakat terkait adanya bahaya penggunaan air minum dalam kemasan (AMDK).

Selama ini pengaduan soal pangan yang diterima BPKN dan YLKI terkait dengan makanan kadaluarsa dan makanan yang rusak dalam kemasannya.  

Baca Juga

 

Wakil Ketua BPKN, Rolas Budiman Sitinjak, mengatakan saat ini belum pernah menerima pengaduan dari masyarakat terkait bahaya AMDK galon.

Adapun pengaduan yang masuk ke BPKN terkait kasus kesehatan itu hanya dalam hal keracunan makanan dan minuman serta beberapa kasus terkait dalam hal kemasan yang tidak sesuai dan juga dalam hal kadaluarsa. “Terkait dengan AMDK galon, belum ada pengaduan dalam hal tersebut,” ujarnya, Rabu (8/6/2022). 

 

Sementara itu Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi, mengakui belum pernah menerima pengaduan dari konsumen terkait bahaya penggunaan kemasan pangan.  

 

“Yang ada itu, konsumen mengadu karena adanya makanan yang rusak yang ada dalam kemasannya. Kalau pengaduan khusus wadahnya atau kemasannya, kami belum pernah menerima pengaduan dari konsumen hingga saat ini. Tapi kalau produknya, isinya, misalnya makanannya atau minumannya rusak, itu ada,” ucapnya. 

 

Menurutnya masalah kemasan dan produk yang ada di dalam kemasan itu dua hal yang berbeda. Sularsi menyebut jika dilihat konsumen itu umumnya lebih kepada makanan yang rusak dan bukan wadahnya. 

“Kalau wadahnya itu tidak dilihat oleh konsumen. Kalaupun dilihat, itu paling kalau wadahnya bocor atau misalnya terjadi rusaknya produk yang ada di dalam kemasan tersebut. Konsumen nggak melihat sampai ke wadahnya,” tuturnya.  

 

Jadi, kata Sularsi, saat ini belum pernah konsumen itu memberikan aduan ke YLKI terkait keracunan zat-zat kimia yang disebabkan kemasan atau wadah pangannya. Hal itu karena konsumen itu yang dibeli adalah isinya dan bukan wadahnya. “Konsumen itu tidak membeli wadah, tapi membeli isi,” tukasnya. 

 

Terkait kemasan pangan ini, menurut Sularsi, kemasan itu harus sudah memiliki SNI. Menurutnya selama ini hal itu sudah diatur bahwa kemasan itu harus menggunakan bahan-bahan yang sudah dipastikan aman makanan atau minuman yang akan dikemas dengan wadah tersebut.  

 

Bahkan, kata Sularsi, khusus kemasan plastik seperti galon itu  sudah ada SNI atau standar plastik kemasannya di Kementerian Perindustrian.  Jadi, keamanan kemasan pangan ini terbukti tidak main-main.  

 

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan misalnya, juga diatur setiap orang yang melakukan produksi pangan dalam kemasan wajib menggunakan bahan kemasan pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan bahan kontak pangan yang bersentuhan langsung dengan pangan wajib menggunakan zat kontak pangan yang aman dan memenuhi persyaratan batas migrasi.  

 

Tak hanya itu, untuk menjamin kemasan pangan yang beredar dan yang digunakan itu aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia juga diatur secara ketat termasuk yang terkait zat dan bahan kontak pangan yang aman. Hal itu sangat jelas diatur oleh Badan POM melalui Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. 

 

Dalam peraturan BPOM juga diatur kemasan harus dapat melindungi pangan dari pengaruh lingkungan seperti cahaya, oksigen, kelembaban, mikroorganisme, serangga, debu, bau tidak sedap (odor), dan lainnya serta pengaruh fisik seperti tekanan, jatuhan, getaran, dan lainnya.  

 

Dalam hal pengendalian mutu, semua industri  pangan, termasuk AMDK galon, Kemenperin mewajibkan mereka harus memiliki sertifikat CPPOB atau Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik. Ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin edar dari BPOM dan sertifikasi HACCP, ISO 22000 dan ISO 9001 serta sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).      

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement