Sabtu 04 Jun 2022 05:13 WIB

Ekonomi Pulih Seiring Terkendalinya Pandemi, Namun Kini Hadir Ancaman Stagflasi

Penyebab stagflasi yakni tingginya inflasi dan mandeknya pertumbuhan ekonomi.

Seorang petani membajak sawah untuk masa tanam padi kedua di Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Selasa (24/5/2022). Pemerintah Kabupaten Bone Bolango mendorong petani untuk dapat melakukan tiga kali masa tanam padi dalam satu tahun sebagai upaya meningkatkan produktivitas, hasil panen dan perekonomian masyarakat.
Foto:

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono tidak memungkiri Indonesia bisa mengalami kondisi stagflasi. Kendati demikian, menurut dia, risikonya tidak terlalu besar.

“Ancaman stagflasi itu memang ada. Tapi di kita (Indonesia) risikonya tidak akan terlalu besar,” kata Edy, dikutip dari siaran pers KSP, Rabu (1/6/2022).

Edy menjelaskan penyebab terjadinya stagflasi yakni tingginya inflasi dan mandeknya pertumbuhan ekonomi. Jika melihat dari dua indikator tersebut, kata Edy, kondisi Indonesia masih belum mengkhawatirkan.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Edy menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat melesat 5,01 persen (year to year) pada triwulan I/2022. Pertumbuhan ini sejalan dengan kuatnya konsumsi dan investasi di Tanah Air.

Edy juga mencatat ada peningkatan pada penciptaan lapangan pekerjaan. Ini ditunjukkan oleh menurunnya tingkat pengangguran terbuka, dari 6,22 persen pada Februari 2021 menjadi 5,83 persen pada Februari 2022.

“Angka pengangguran memang belum kembali ke posisi sebelum pandemi yakni 5,28 persen. Tapi tahun ini sudah ada penurunan dibandingkan sebelumnya. Ini menunjukkan adanya pemulihan produksi yang konsisten,” jelasnya.

Meski demikian, lanjut Edy, pemerintah tetap mewaspadai dampak ketidakpastian global yang bisa menyebabkan terjadinya stagflasi. Karena itu, pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan melakukan akselerasi dan perluasan vaksinasi, serta pembukaan sektor-sektor ekonomi yang bisa menstimulus tumbuhnya perekonomian.

Selain itu, pemerintah juga konsisten menjaga daya beli masyarakat dengan menyalurkan berbagai skema bantuan sosial.

“Sebab jika langkah-langkah itu tidak dilakukan bisa menyebabkan tingginya peningkatan inflasi, penurunan daya beli masyarakat, pelemahan ekonomi, dan memberi tekanan fiskal,” kata Edy.

Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyampaikan, stagflasi menjadi ancaman bukan hanya untuk Indonesia, tapi semua negara pascapandemi. Menkeu menjelaskan, tingkat inflasi di Amerika Serikat (AS) yang sangat tinggi yaitu 8,4 persen menjadi ancaman pemulihan ekonomi AS, bahkan dunia. Bank Sentral AS, The Fed pun akan melakukan percepatan pengetatan moneter.

“Jika tidak terkelola, risiko global ini akan menggiring kepada kondisi stagflasi, yaitu fenomena inflasi tinggi dan terjadinya resesi seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada periode awal 1980-an dan 1990-an," kata Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR, pada Jumat (20/5/2022) lalu.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan berbagai kebijakan pemerintah termasuk terkait stabilisasi harga dan bantuan subsidi akan mampu menjaga daya beli masyarakat dan inflasi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah telah menambah alokasi subsidi dan kompensasi dalam APBN 2022 sebagai shock absorber yang semakin kuat untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga komoditas energi dan pangan global.

 

“Tingkat inflasi domestik diharapkan terus terjaga, sehingga mampu menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (3/6/2022).

 

Menurutnya langkah ini sangat penting untuk memastikan tren pemulihan ekonomi Indonesia yang masih berada dalam tahap awal terus berlanjut. Adapun laju inflasi pada Mei 2022, melanjutkan tren peningkatan sebesar 3,55 persen dari April sebesar 3,47 persen dan merupakan yang tertinggi sejak Desember 2017.

“Itu dipengaruhi oleh tekanan harga komoditas global dan dampak dari kenaikan permintaan Lebaran,” ucapnya.

 

 

 

photo
Potensi ekonomi desa sebagai penyangga pertumbuhan Indonesia. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement