Jumat 03 Jun 2022 15:27 WIB

Kejakgung Naikkan Status Dugaan Korupsi Rp 1,2 Triliun PT Waskita ke Penyidikan

Sebanyak 17 orang sudah diperiksa terkait kasus dugaan penyimpangan tersebut.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Karta Raharja Ucu
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.
Foto: Bambang Noroyono/Republika
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) melakukan penyidikan dugaan korupsi di PT Waskita Beton Precast yang diduga merugikan negara mencapai Rp 1,2 triliun.

Tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengatakan, 17 orang sudah diperiksa terkait kasus dugaan penyimpangan dana pembangunan dan pengadaan tanah untuk proyek jalan tol. “Bahwa, tim penyidikan dugaan korupsi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, memperkirakan dugaan kerugian negara sementara ini, mencapai Rp 1,2 triliun,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana kepada wartawan di Jakarta, Selasa (31/5/2022).

Berdasarkan surat perintah penyidikan pada tanggal 17 Mei 2022, tim penyidikan Jampidsus resmi meningkatkan kasus korupsi itu ke penyidikan. Dari hasil penyelidikan, ada lima objek penyidikan yang menjadi fokus pengungkapan di Jampidsus. Di antaranya, terkait dengan dugaan penyelewengan dana, dalam proyek pembangunan Jalan Tol Kriyan-Legundi, Bunder, dan Manyar atau Tol KLBM di Jawa Timur (Jatim) sepanjang periode 2016-2020.

Ketut mengatakan, tim penyidikan sedang mendalami tentang pengadaan bahan-bahan material, seperti pasir dan bebatuan split yang melibatkan sejumlah perusahaan swasta. Selain itu, tim penyidikan juga mendalami kegiatan yang dilakukan oleh PT Waskita Beton Precast, soal pengadaan, dan transaksi jual beli lahan di Bojonegara, Serang, Banten.

“Inti dari kasus ini adalah adanya dugaan penyimpangan dan penyelewengan penggunaan dana pembangunan oleh PT Waskita Beton Precast, terkait proyek-proyek yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan, dan merugikan keuangan negara,” kata Ketut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement