Jumat 03 Jun 2022 13:35 WIB

Total Football Transformasi Digital Perpustakaan

Transformasi perpustakaan tidak bisa instan layaknya mi.

Gedung Perpusnas
Foto:

Dalam sejarah sepak bola ada sebuah taktik bernama total football (bahasa Belanda: totalvoetbal) yang dipopulerkan Rinus Michels, pelatih klub Ajax Amsterdam (1969-1973) dan tim nasional Belanda (1984-1988). Puncak kesuksesan gaya permainan ini ialah ketika klub berjuluk Ajacieden ini memenangkan Liga Champions tiga tahun berturut-turut pada 1971, 1972, dan 1973. Melalui total football, Ajax pun mampu mencetak rekor kandang selalu menang dalam 46 pertandingan selama dua musim pada 1971/1972 dan 1972/1973.

Filosofi total football mengatur para pemain agar bisa menempati posisi lain secara konstan. Bisa dikatakan, setiap pemain adalah penyerang (attacker) sekaligus pemain bertahan (defender). Dalam sistem ini sebuah tim wajib bermain secara fleksibel dengan operan-operan pendek. Yang jelas, untuk bisa mewujudkan itu semua, para pemain mesti memiliki stamina tinggi untuk bermain secara penuh dalam 2x45 menit.

Gaya total football bisa diadopsi agar bisa melesakkan bola “Transformasi Perpustakaan untuk Mendukung Ekosistem Digital Nasional” ke dalam gawang, baik secara semangat, filosofi, maupun strateginya. Perpusnas selaku manajer tim mula-mula menetapkan terlebih dahulu strategi makro plus payung hukum yang mengatur secara holistik, sekaligus memungkinkan tiap pemain berpindah posisi.

Misalnya, unit-unit kerja di Perpusnas, pemerintah daerah, atau kementerian/lembaga pemerintah, nantinya bisa melancarkan umpan satu-dua (one-two) agar bisa terus mempertahankan penguasaan bola dan melakukan penetrasi akhir. Namun, para pemain jangan terlalu asyik mengumpan bola ini ke sana ke mari dan ber-tiki-taka sendiri hingga menyebabkan petaka gol bunuh diri.

Aturan holistik-fleksibel semacam itu dalam ranah transformasi perpustakaan tampaknya belum ada, yang membuat setiap pemain terlalu terlena dalam posisinya sendiri. Beleid semacam itu diperlukan agar punya kerangka jelas tentang visi yang dikerjakan ini. Perpusnas bisa menjadi lembaga penginisiasi yang mengajukan beleid tersebut ke majelis dewan karena bergerak dalam bidang yang lebih spesifik ketimbang lembaga pemerintah lainnya. Baru dari sanalah strategi-strategi turunan bisa diambil.

Untuk formasi, sang manajer nantinya bisa mengambil formasi 4-3-3 seperti yang dilakukan Ajax pada 1970-an atau 4-2-3-1 pada musim 2019. Dari kedua strategi formasi tersebut tampak jelas bahwa lini belakang menjadi fondasi serangan. Para gelandang membantu membentuk serangan yang dilancarkan dari belakang. Dalam hal ini, pemain tengah harus memiliki skill yang tinggi dalam meracik serangan agar bisa segera memberi umpan pas ke stricker, yang menjadi titik akhir sebelum mencetak gol kemenangan.

Di tengah pertandingan, biasanya formasi ini berubah menjadi 3-4-3 yang lebih dinamis. Sisi dinamis inilah yang menjadi keuntungan tersendiri bagi kesebelasan, tidak kaku dan berdiam diri saja menunggu umpan.

Penguatan lini belakang yang pula mampu menerobos ke depan merupakan memang sebuah keniscayaan. Lini tengah yang bisa berpikir out of the box dan memiliki gerakan agresif wajib ada. Lini depan pun harus diisi oleh orang-orang yang mampu menerjemahkan alur serangan. Semua anggota tim mesti berjibaku untuk mencetak gol yang sama, apa pun dan bagaimana pun pola serangannya nanti, agar “Transformasi Perpustakaan untuk Mendukung Ekosistem Digital Nasional” tidak berubah menjadi bola panas yang terus bergulir tak tentu arah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement