Kamis 02 Jun 2022 08:00 WIB

MK Keluarkan 14 Putusan, Dua Dikabulkan Sebagian

MK mengoreksi ketentuan syarat yang harus dipenuhi calon kepala daerah untuk Pilkada

Sidang Mahkamah Konstitusi (MK)  pada Selasa (31/5/2022)  mengeluarkan 14 putusan. Dari 14 putusan tersebut, dua di antaranya diterima sebagian. Yakni terkait pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada), dan terkait pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Foto: istimewa
Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (31/5/2022) mengeluarkan 14 putusan. Dari 14 putusan tersebut, dua di antaranya diterima sebagian. Yakni terkait pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada), dan terkait pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Sidang Mahkamah Konstitusi (MK)  pada Selasa (31/5/2022)  mengeluarkan 14 putusan. Dari 14 putusan tersebut, dua di antaranya diterima sebagian. Yakni terkait pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada), dan terkait pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 2/PUU-XX/2022 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). MK mengoreksi ketentuan syarat yang harus dipenuhi calon kepala daerah untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Pasal 7 ayat 2 huruf i UU Pilkada bagi pelaku perbuatan tercela. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Hakim Konstitusi Aswanto dalam sidang pengucapan putusan secara daring, Selasa (31/5/2022).

Baca Juga

Pasal 7 ayat 2 menyebutkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi calon gubernur, bupati, dan wali kota beserta para wakilnya untuk dapat mengikuti pilkada. Pasal 7 ayat 2 huruf i berbunyi, "tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian."

Dalam lembaran Penjelasan, yang dimaksud dengan melakukan perbuatan tercela, antara lain judi, mabuk, pemakai pengedar narkotika, dan berzina, serta perbuatan melanggar kesusilaan lainnya.

Namun, dalam putusannya, MK mengoreksi agar Pasal 7 ayat 2 huruf i ini dimaknai, "dikecualikan bagi pelaku perbuatan tercela yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan selesai menjalani masa pidananya serta secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana."

Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan, syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) hanya bersifat administrasi untuk membuktikan seseorang pernah atau tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Namun dalam hal ini, SKCK bukan merupakan satu-satunya parameter sebagai rekam jejak yang serta-merta dapat disimpulkan tidak memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah. 

 

Ketentuan Syarat Calon Kepala Daerah

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 2/PUU-XX/2022 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). MK mengoreksi ketentuan syarat yang harus dipenuhi calon kepala daerah untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Pasal 7 ayat 2 huruf i UU Pilkada bagi pelaku perbuatan tercela.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Hakim Konstitusi Aswanto dalam sidang pengucapan putusan secara daring, Selasa (31/5/2022).

Pasal 7 ayat 2 menyebutkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi calon gubernur, bupati, dan wali kota beserta para wakilnya untuk dapat mengikuti pilkada. Pasal 7 ayat 2 huruf i berbunyi, "tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian."

Dalam lembaran Penjelasan, yang dimaksud dengan melakukan perbuatan tercela, antara lain judi, mabuk, pemakai pengedar narkotika, dan berzina, serta perbuatan melanggar kesusilaan lainnya. Namun, dalam putusannya, MK mengoreksi agar Pasal 7 ayat 2 huruf i ini dimaknai, "dikecualikan bagi pelaku perbuatan tercela yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan selesai menjalani masa pidananya serta secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana." 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement