REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono tidak memungkiri Indonesia bisa mengalami kondisi stagflasi. Kendati demikian, menurut dia, risikonya tidak terlalu besar.
“Ancaman stagflasi itu memang ada. Tapi di kita (Indonesia) risikonya tidak akan terlalu besar,” kata Edy, dikutip dari siaran pers KSP, Rabu (1/6/2022).
Ia menjelaskan penyebab terjadinya stagflasi yakni tingginya inflasi dan mandeknya pertumbuhan ekonomi. Jika melihat dari dua indikator tersebut, kata Edy, kondisi Indonesia masih belum mengkhawatirkan.
“Memang ada kenaikan inflasi, tapi sejauh ini masih terkendali. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi. Meskipun melambat, tapi trennya menunjukkan perbaikan yang konsisten,” ujarnya.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Edy menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat melesat 5,01 persen (year to year) pada triwulan I/2022. Pertumbuhan ini sejalan dengan kuatnya konsumsi dan investasi di Tanah Air.
Edy juga mencatat ada peningkatan pada penciptaan lapangan pekerjaan. Ini ditunjukkan oleh menurunnya tingkat pengangguran terbuka, dari 6,22 persen pada Februari 2021 menjadi 5,83 persen pada Februari 2022.
“Angka pengangguran memang belum kembali ke posisi sebelum pandemi yakni 5,28 persen. Tapi tahun ini sudah ada penurunan dibandingkan sebelumnya. Ini menunjukkan adanya pemulihan produksi yang konsisten,” jelasnya.
Meski demikian, lanjut Edy, pemerintah tetap mewaspadai dampak ketidakpastian global yang bisa menyebabkan terjadinya stagflasi. Karena itu, pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan melakukan akselerasi dan perluasan vaksinasi, serta pembukaan sektor-sektor ekonomi yang bisa menstimulus tumbuhnya perekonomian.
Selain itu, pemerintah juga konsisten menjaga daya beli masyarakat dengan menyalurkan berbagai skema bantuan sosial.
“Sebab jika langkah-langkah itu tidak dilakukan bisa menyebabkan tingginya peningkatan inflasi, penurunan daya beli masyarakat, pelemahan ekonomi, dan memberi tekanan fiskal,” kata Edy.
Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyampaikan, stagflasi menjadi ancaman besar bagi semua negara termasuk Indonesia. Menkeu menjelaskan, tingkat inflasi di Amerika Serikat yang sangat tinggi yaitu 8,4 persen menjadi ancaman pemulihan ekonomi Amerika, bahkan dunia. Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed akan melakukan percepatan pengetatan moneter.
“Jika tidak terkelola, risiko global ini akan menggiring kepada kondisi stagflasi, yaitu fenomena inflasi tinggi dan terjadinya resesi seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada periode awal 1980-an dan 1990-an," kata Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR, pada Jumat (20/5) lalu.