Rabu 01 Jun 2022 06:57 WIB

Mendagri Setujui 5 RUU Provinsi

Pembahasan RUU ini juga akan mengakomodasi situasi aktual yang kondisinya berbeda. 

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, menjawab pertanyaan media usai rapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, menjawab pertanyaan media usai rapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan pandangan pemerintah atas materi dan  muatan lima Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi yang merupakan usul dari DPR RI. Kelima RUU itu terkait RUU Provinsi Sumatera Barat, RUU Provinsi Riau, RUU Provinsi Jambi, RUU Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), RUU Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tito menuturkan, pada prinsipnya pemerintah menghormati dan menghargai inisiatif DPR RI dan setuju dilakukan pembahasan terkait lima RUU tersebut. Namun dengan catatan, pembahasan itu terbatas pada dasar hukum, mengingat sebelumnya UU terkait lima provinsi ini masih berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) Sementara Tahun 1950.

"Pemerintah pada prinsipnya meminta agar tidak memperluas pembahasan terhadap 5 RUU ini di luar perubahan dasar hukum," ujar Mendagri Tito saat menghadiri Rapat Kerja Tingkat 1 bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (31/5/2022).

Selain Mendagri, rapat ini juga dihadiri oleh perwakilan DPD RI, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal itu termasuk tidak membahas masalah kewenangan dan lain-lain.

Alasannya, kata Tito, itu akan berpotensi bertentangan dengan sejumlah UU lainnya seperti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, serta peraturan lainnya. Sebab pembahasan itu akan berimplikasi terhadap Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan masalah Sumber Daya Manusia (SDM).

“Serta dapat membuka munculnya isu-isu yang akhirnya membutuhkan waktu berlarut-larut untuk menyelesaikannya, seperti masalah batas wilayah," ujar Mendagri.

Mendagri menilai, kelima RUU ini akan bermanfaat untuk pemerintah daerah, seperti dapat memberi kepastian hukum. Selain itu, upaya ini dapat memperkuat peraturan turunan UU Provinsi, karena regulasi ini menjadi salah satu dasar penyusunan peraturan di daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

“Memang agak ironis kalau seandainya Perda-Perda itu didasarkan pada dasar atau konstitusi yang bukan berlaku saat ini, sehingga dengan demikian dengan adanya RUU 5 provinsi ini turunan-turunan (peraturan) akan berdasarkan konstituai yang berlaku saat ini, UUD 1945,” ucap dia.

Selain itu, Tito melanjutkan, upaya pembahasan RUU ini juga akan mengakomodasi situasi aktual yang kondisinya berbeda dengan pembentukan provinsi yang didasarkan pada UU sebelumnya. Kondisi aktual itu seperti adanya pemekaran daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, yang otomatis berimplikasi kepada wilayah, cakupan wilayah, batas wilayah, dan sebagainya.

Mendagri mengatakan, pemerintah berharap pembahasan RUU ini tidak mengalami gangguan, sehingga dapat segera diselesaikan. Dengan demikian, regulasi itu nantinya bisa memberikan manfaat kepada masyarakat di lima provinsi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement