Selasa 31 May 2022 20:16 WIB

Ternak Terinfeksi PMK yang Boleh dan tidak Boleh untuk Qurban Menurut Fatwa MUI

MUI mengeluarkan fatwa setelah menerima permohonan dari Kementan terkait wabah PMK.

Petugas posko penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Kabupaten Aceh Besar memeriksa kesehatan sapi yang terjangkit PMK di Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Selasa (31/5/2022). Majelis Ulama Indonesia (MUI) hari ini telah mengeluarkan fatwa terkait hewan ternak untuk Idul Adha.
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Petugas posko penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Kabupaten Aceh Besar memeriksa kesehatan sapi yang terjangkit PMK di Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Selasa (31/5/2022). Majelis Ulama Indonesia (MUI) hari ini telah mengeluarkan fatwa terkait hewan ternak untuk Idul Adha.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhyiddin, Deddy Darmawan Nasution, Idealisa Masyrafina

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa (31/5/2022) mengumumkan fatwa hewan yang terinfeksi virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) untuk dijadikan hewan qurban. Dalam fatwa ini diperinci ternak terinfeksi PMK yang boleh dan tidak boleh untuk dijadikan qurban.

Baca Juga

Ketua MUI bidang Fatwa, KH Asrorun Niam mengatakan, fatwa ini keluarkan MUI setelah menerima permohonan fatwa dari Kemeterian Pertanian terkait pemotongan hewan qurban di tengah wabah PMK. Karena, menurut dia, hal ini menjadi masalah serius ketika ada pelaksanaan ibadah qurban. 

"Untuk itu Kementan mengajukan fatwa agar memperoleh panduan terkit dengan pelaksanaan qurban," ujar Niam saat konferensi pers di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (31/5/2022). 

Setelah MUI mendengar pendalaman dari ahli terkait virus PMK, barulah Komisi Fatwa MUI mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah qurban saat kondisi wabah PMK. 

Niam menjelaskan, PMK adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau, dan kambing. Penyakit ini salah satunya bisa menyebabkan kurus permanen, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan. 

Sementara, hewan yang bisa dijadikan kurban adalah hewan yang sehat, tidak cacat seperti buta, pincang, tidak terlalu kurus, dan tidak dalam keadaan sakit serta cukup umur. Sedangkan status hukum untuk hewan yang terkena PMK, Niam menjelaskan secara rinci. 

Niam menuturkan, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan qurban.

"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan qurban," kata Niam. 

Kemudian, lanjut dia, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan qurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan qurban.

"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berqurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan qurban," jelas Niam. 

"Pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan qurban," ucap Niam. 

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda menjelaskan, fatwa ini mulai berlaku sejak ditetapkan pada 31 Mei 2022. Dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 

Kiai Miftah menambahkan, persyaratan hewan qurban di antaranya harus sehat secara fisik, baik anggota tubuhnya tidak ada yang cacat, maupun tidak memiliki gangguan virus. Sementara, dia melihat dampak dari virus PMK ini dapat menyebabkan hewan tersebut tidak bisa jalan karena menyerang tubuh kaki.

“Oleh karena itu, harus berhati-hati, meskipun ada pernyataan dari dokter bahwa daging hewan yang sudah terpapar virus PMK itu layak dikonsumsi. Tetapi untuk hewan qurban memiliki persyaratan khusus,” kata Kiai Miftah kepada Republika.

“Hewan pincang saja tidak boleh digunakan untuk qurban, apalagi yang tidak bisa jalan,” jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement