REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Mohammad Syahril menegaskan, hingga kini cacar monyet belum terdeteksi di Indonesia. Namun, ia menjanjikan, pemerintah terus memantau kasus secara global dan meningkatkan kewaspadaan di pintu masuk Indonesia.
"Indonesia belum ada laporan kasus cacar monyet ini, artinya seluruh fasilitas kesehatan, puskesmas, rumah sakit dan dinas kesehatan belum ada laporannya itu," kata Syahril dalam konferensi pers secara daring, Selasa (24/5/2022).
Ia menerangkan, monkeypox atau cacar monyet paling banyak menular melalui kontak erat dan sentuhan langsung maik dengan manusia yang sedang sakit cacar monyet maupun dengan monyet yang terpapar virus tersebut. "Penularan pertama bisa darah air liur maupun cairan tubuh. Yang kedua lesi di kulit, kan cacar ini seperti ada cairannya, maka itu kalau pecah bisa memberikan penularan. Kemudian juga ada dugaan droplet di pernapasan," terang Syahril.
Adapun, masa inkubasi cacar monyet biasanya 6 sampai 16 hari, tetapi dapat berkisar dari 5 sampai 21 hari. Gejala yang timbul diawali dengan demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot dan lemas.
Limfadenopati dapat dirasakan di leher, ketiak atau selangkangan. Dalam 1-3 hari setelah gejala awal atau fase prodromal, gejala akan memasuki fase erupsi berupa munculnya ruam atau lesi pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya secara bertahap.
Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (makulopapular), lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, kemudian mengeras atau keropeng lalu rontok. Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai periode lesi tersebut menghilang dan rontok.
Penyakit cacar monyet ini telah menjadi penyakit endemi di 12 negara di antaranya yakni Benin, Sudan Selatan, Ghana, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo dan Sierra Leone.