Ahad 22 May 2022 06:51 WIB

Survei SMRC: Kebebasan Sipil Indonesia Memburuk

Ada beberapa indikator yang menunjukan bahwa kebebasan sipil alami pelemahan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andi Nur Aminah
Founder Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Founder Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei terbaru bertepatan peringatan 24 tahun reformasi. Hasilnya kebebasan sipil di Indonesia disebut semakin memburuk.

Pendiri SMRC, Saiful Mujani, mengatakan berdasarkan data lima tahun terakhir sejak September 2017 sampai Maret 2022, menunjukkan bahwa presentase warga yang mengaku puas atau cukup puas terhadap kondisi kebebasan berpendapat pada April 2019 berada di angka 79 persen. Namun setelah Pemilu 2019, mengalami penurunan yang cukup tajam, dari 79 persen pada April 2019 menjadi 56 persen pada Juni 2020, dan 63 persen pada Maret 2022. 

Baca Juga

"Sebaliknya, yang menyatakan kurang atau tidak puas mengalami kenaikan, dari 18 persen pada April 2019 menjadi 33 persen pada Maret 2022," kata Saiful dalam keterangannya, Sabtu (21/5).

Selain itu, Saiful menjelaskan ada beberapa indikator yang menunjukan bahwa kebebasan sipil alami pelemahan. Kebebasan berkumpul atau berserikat alami penurunan sejak setelah Pemilu 2019, dari 86 persen pada survei April 2019 menjadi 59 persen pada September 2020 dan 68 persen pada Maret 2022. 

Sementara yang menyatakan sebaliknya, kurang atau tidak puas, mengalami lonjakan dari 9 persen pada April 2019 menjadi 37 persen setahun setelahnya dan pada Maret 2022 menjadi 27 persen. "Penurunan ini belum menunjukkan gejala normal atau membaik kembali," ujarnya.

Dia menyebut beberapa contoh yang terkait dengan penurunan indikator demokrasi ini antara lain peristiwa pembunuhan anggota laskar FPI, sebuah partai yang hendak diambil alih oleh aparat negara, pembubaran FPI dan HTI. "Saya tidak setuju dengan cita-cita HTI, juga perjuangan FPI, tapi membubarkan dan melarang mereka, secara norma demokrasi itu tidak benar," ucapnya.

Kemudian persepsi masyarakat takut terhadap penangkapan semena-mena oleh aparat hukum juga alami kenaikan. 

Yang mengatakan selalu atau sering naik dari 24 persen pada Juli 2014 menjadi 38 persen pada Mei 2019 dan 43 persen pada survei Maret 2022. 

Sementara tren masyarakat takut ikut berorganisasi juga memburuk walaupun tidak setajam indikator-indikator sebelumnya. Indikator ini memburuk dari 81 persen yang menyatakan jarang atau tidak pernah pada 2009 menjadi 64 persen pada Maret 2022. "Kalau tidak naik, minimal stabil di angka 80-an," ucapnya. Sementara yang menyatakan masyarakat sering atau selalu takut ikut organisasi mengalami kenaikan dari 14 persen pada 2014 menjadi 25 persen pada 2022. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement