REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih belum dapat melacak keberadaan terdangka buron, Harun Masiku. Meskipun, lembaga antirasuah itu mengaku terus bekerja memburu mantan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
"Kalau keberadaannya di mana belum tahu, kalau tahu sudah ditangkap," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, di Jakarta, Sabtu (21/5/2022).
Dia mengaku, KPK telah mencari di tempat-tempat yang berpotensi disinggahi Harun Masiku. Dia meminta masyarakat yang mengetahui keberadaan tersangka suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI itu untuk melaporkan ke KPK.
"Mudah-mudahan ada masyarakat yang melihat ada di Indonesia, lebih cepat. Kalau ada di luar Indonesia, kalau di mana pun, sebenarnya kalau foto biometrik dari orang-orang WNI yang sempat menyebrang bisa di detect," katanya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut KPK hanya 'lip service' terkait pencarian Harun Masiku. ICW menilai KPK tak serius ketika menyebutkan bakal memburu Harun hingga dia tidak akan bisa tidur nyenyak.
ICW menduga, sumber persoalan pencarian Harun Masiku justru berada di KPK. ICW meyakini bahwa Ketua KPK, Firli Bahuri takut berhadapan dengan aktor politik besar yang selama ini berada di balik buronan tersebut.
Terkait hal tersebut, KPK mengajak ICW atau siapapun pihak untuk ikut serta dalam memburu Harun Masiku, namun dengan biaya sendiri. Karyoto mengatakan bahwa kritikan dari ICW adalah pil sehat yang mendorong semangat KPK untuk menangkap DPO yang masih menjadi utang.
"Biar jangan beranggapan kami nggak mau jalan. Artinya kami tidak menutup diri. Mau ICW sekalipun boleh," katanya.
Harun Masiku dimasukan ke dalam daftar buronan oleh KPK pada 17 Januari 2020 lalu. Namun hingga saat ini KPK maupun aparat penegak hukum lain belum dapat menemukan keberadaannya.
Harun merupakan tersangka kasus suap PAW Anggota DPR RI periode 2019-2024. Status itu dia sandang bersamaan dengan tiga tersangka lain yakni mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota bawaslu Agustiani Tio Fridelia dan pihak swasta Saeful.
Wahyu disebut-sebut telah menerima suap Rp 900 juta guna meloloskan caleg PDIP Harun Masiku sebagai anggota dewan menggantikan caleg terpilih atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.