REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebagai konsultan politik, LSI Denny JA akan melakukan konsolidasi untuk memenangkan pemilihan presiden untuk kelima kalinya. Tradisi presiden berakhir sedih diharapkan bisa berhenti.
"LSI sendiri memiliki tradisi, dua puluh dua bulan sebelum pemilu presiden, kita sebagai lembaga survei, konsultan politik ataupun civil society sudah melakukan konsolidasi,” kata Denny, dalam siaran persnya, Ahad (15/5/2022).
Dijelaskannya, terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu, yang merupakan gabungan Golkar, PPP dan PAN, itu menjadi penanda, bahwa pintu menuju Pilpres 2024 sudah terbuka. Ke depan, berbagai partai akan terpengaruh.
"Kita akan menyaksikan aneka manuver partai lain, yang tak ingin ketinggalan kereta, juga menyiapkan diri menyongsong pilpres 2024,” ungkap Denny.
Manuver partai politik ke depan, menurut Denny, akan memberi efek bagi pemerintahan Jokowi. Sekalipun hal ini biasa dalam tradisi demokrasi.
Setahun sebelum jabatan Jokowi berakhir, pemerintahan Jokowi tak akan sekuat sebelumnya. Aneka partai dan menterinya mulai membagi perhatian untuk pilpres 2024. Mereka tidak 100 persen lagi fokus masalah pemerintahan Jokowi.
Denny JA mengatakan sudah terlibat empat pemilu presiden sejak tahun 2004, 2009, 2014 dan 2019. Denny JA memperoleh penghargaan Lifetime Achievement Award karena ikut memenangkan pilpres tiga kali berturut- turut di 2017. Di 2019, rekor itu ditambah menjadi ikut memenangkan pilpres empat kali berturut-turut.
Denny JA mengatakan siap memenangkan pilpres untuk kelima kalinya berturut-turut di 2024. Ini artinya akan menjadi rekor sendri bagi LSI Denny JA.
Meski demikian, lanjut Denny JA, LSI harus lebih hati- hati. "Kita tak ingin presiden yang terpilih nanti di tahun 2024 mengulangi kisah sedih sejarah presiden RI sebelumnya,” ungkap dia
Dijelaskannya, sepertinya ada pola yang tetap yang terjadi di Indonesia, yaitu Presiden Indonesia di awal kekuasaannya dipuja, tapi di akhir kekuasaannya dicemooh bahkan dijatuhkan.
Ia mencontihkan, Bung Karno dihormati di tahun 1945. Tapi di tahun 1966, ia dijatuhkan. Suharto dipuja di tahun 1966. Tapi di tahun 1998, ia diturunkan.
Habibie disambut meriah di tahun 1998, tapi di tahun 1999, pertanggung jawabannya ditolak MPR. Gus Dur disambut sebagai tokoh civil society untuk presiden tahun 1999, tapi di tahun 2001 Gus Dur dilengserkan MPR.
Megawati dihormati sebagai presiden perempuan pertama Indonesia tahun 2001, sebagai wapres ia menggantikan Gus Dur yang lengser. Tapi ketika Megawati ikut pilpres 2004, ia dikalahkan.
SBY menjadi presiden berikutnya selama dua periode. SBY juga dihormati sebagai presiden Indonesia pertama yang dipilih langsung. Namun di akhir jabatan, partai SBY, Partai Demokrat, juga sangat merosot dukungannya. Dari perolehan Demokrat di atss 20 persen (2009) menjadi hanya di bawah 11 persen (2014).
"Kita belum tahu nasib Presiden Jokowi karena jabatannya belum selesai. Di luar Jokowi, tradisi presiden kita disambut dengan terompet kemenangan, tapi mereka dilepas dengan kondisi tidak populer, bahkan dijatuhkan,” papar Denny.
Denny JA berharap, Presiden Indonesia di 2024 semoga keluar dari tradisi sedih presiden Indonesia.