REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin mengatakan, perlu adanya ruang tersendiri untuk wilayah tangkap nelayan yang tidak bersinggungan dengan industri yang berpotensi menyebabkan pencemaran. Pernyataan Walhi ini dalam konteks pencemaran di Teluk Bima, Nusa Tenggara Barat.
"Wilayah tangkap nelayan di Indonesia itu harus mendapatkan ruang tersendiri. Jadi tidak boleh ruang tangkap nelayan dicampur aduk dengan kawasan lain termasuk misalnya aktivitas industri," ujar Parid dalam diskusi virtual Walhi sebagai bagian rangkapan penutupan peringatan Hari Bumi 2022, diikuti dari Jakarta, Jumat (29/4/2022) malam.
Dia menjelaskan, bahwa selama ini yang terjadi adalah wilayah tangkap nelayan kerap bersinggungan dengan berbagai aktivitas termasuk yang dapat menyebabkan pencemaran perairan. Untuk itu dia mendorong agar dilakukan pemetaan wilayah tangkap nelayan sehingga daerah tersebut dapat dilindungi.
Langkah itu bisa dilakukan, menurutnya, menggunakan UU tentang Perikanan dan UU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dia berpendapat bahwa langkah itu perlu dilakukan mengingat nelayan menjadi salah satu yang terdampak dari dampak pencemaran laut.
Merujuk kepada data Walhi, dia menjelaskan bahwa setidaknya terdapat 43 kasus pencemaran laut sejak 1999 dan menjadi salah satu faktor penurunan jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Dalam diskusi yang sama, Direktur Eksekutif Walhi Nusa Tenggara Barat (NTB) Amri Nuryadi mengatakan pencemaran memiliki dampak nyata terhadap perairan laut termasuk yang terjadi baru-baru ini di wilayah Teluk Bima, NTB.
Dia menjelaskan bahwa dari pemantauan Walhi NTB di lokasi yang diduga tercemar material seperti gel yang tidak bercampur sempurna dengan air laut di Teluk Bima, telah mengakibatkan banyak ikan mati termasuk yang berada di tambak tidak jauh dari lokasi pencemaran. Menurutnya, terdapat beberapa masyarakat yang mengonsumsi ikan di wilayah tersebut mengalami keracunan.Kejadian itu juga mengakibatkan terdapat nelayan yang tidak berani melaut karena wilayah tangkapnya masuk dalam daerah yang tercemar.
Aktivitas ekonomi lain juga terhenti termasuk pariwisata. Amri mendorong agar dilakukan langkah sigap untuk memastikan sumber dan sebab pencemaran. Perlu dilakukan juga langkah pemulihan lingkungan dan ekonomi terhadap masyarakat yang terdampak.
Terkait pencemaran di Teluk Bima, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam pernyataan pada Kamis (28/4/2022) menyayangkan pencemaran yang terjadi di wilayah itu. Dia menyatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan siap mendukung penyelidikan sampai tuntas.