Kamis 28 Apr 2022 18:50 WIB

Pakar Hukum Kritik DPR Soal Rencana Revisi UU Kedokteran

DPR yang ngotot mengubah UU Kedokteran sama dengan mempolitisir profesi dokter.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Praktisi Hukum, Abdul Fickar Hadjar
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Praktisi Hukum, Abdul Fickar Hadjar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengkritik DPR yang berencana merevisi undang-undang terkait kedokteran. DPR melontarkan kemungkinan untuk merevisi UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.

Abdul mengingatkan revisi suatu UU harus didasari pertimbangan matang bukan kepentingan segelintir pihak. Ia menyindir wacana revisi UU Kedokteran yang mengemuka usai dipecatnya mantan menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Baca Juga

"Kurang baik jika UU berubah hanya didasarkan pada kepentingan perorangan,  kecuali kepentingan itu bersifat substantif profesional, bukan pada level rebutan kumpulan arisan," kata Abdul kepada Republika.co.id, Kamis (28/4/2022).

Abdul meminta DPR tak perlu menjadikan urusan kedokteran sebagai agenda politik. Sebab tugas dan profesi dokter harus sesuai marwahnya yaitu menyelamatkan manusia.

"DPR yang ngotot mengubah UU tanpa alasan substantif sama dengan mempolitisir profesi kedokteran. Profesi itu harus bebas dari kebencian kelompok," ucap Abdul.

Atas dasar itulah, Abdul mengingatkan profesi kedokteran merupakan masalah yang menyangkut keselamatan kehidupan manusia. Sehingga ia menganjurkan organisasi profesi yang berkaitan dengan kewenangan rekomendasi profesional hanya tunggal.

Abdul tak sepakat bila nantinya Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) punya kewenangan sama dengan IDI. PDSI merupakan alternatif wadah profesi kedokteran yang baru dibentuk kubu Terawan.

"Ini agar tidak terjadi polarisasi dalam dunia kesehatan, berbahaya dokter bisa sembarangan karena bisa berpindah-pindah organisasi," ujar Abdul.

Di sisi lain, Abdul menghargai kehadiran PDSI sekedar wujud pemenuhan hak berserikat dan berkumpul. PDSI tetap tak boleh melanggar hukum, termasuk melakukan hal-hal yang bukan kewenangannya.

"Karena itu meski ada PDSI, sepanjang UU kesehatan ataupun UU Kedokteran masih memberikan kewenangan absolut pada IDI dalam merekomendir profesi kedokteran, maka PDSI tidak bisa cawe-cawe atas itu. Karena jika dilakukan itu termasuk pelanggaran hukum sepanjang belum ada perubahan UU yang memberikan juga kewenangan pada PDSI," tegas Abdul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement