Ahad 01 May 2022 20:21 WIB

Ratusan Pekerja Migran Indonesia Terancam Hukuman Mati di Negeri Orang

Sebanyak 188 orang diantaranya terancam eksekusi mati di Malaysia.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia Dato
Foto:

Kasus Rosmini

Selain membebaskan PMI yang terancam dieksekusi mati, pemerintah juga punya pekerjaan rumah lain, yakni mencegah agar tak ada lagi kasus baru. Menurut Anis, Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) harus meningkatkan upaya pencegahan ini.

"Menurut saya, upaya pencegahan (selama ini) belum cukup. Ini penting diperkuat sehingga tidak terus menerus ada pekerja migran yang terancam hukuman mati," ujarnya.

Koordinator Departemen Advokasi DPP Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Juwarih berpendapat serupa. Menurutnya, ketidakpahaman PMI atas ketentuan hukum di negara penempatan, bisa berujung dengan vonis hukuman mati. Hal itu menimpa Rosmini saat bekerja di Arab Saudi, sekitar 2015 silam.

Juwarih menuturkan, Rosmini sempat dijatuhi vonis hukuman mati hanya karena kedapatan menyimpan rambutnya sendiri yang rontok. "Budaya orang Jawa kan ketika perempuan menstruasi, rambutnya tidak boleh dibuang, tapi disimpan. Oleh majikannya, Rosmini dituduh melakukan sihir dan dilaporkan ke polisi," ujarnya.

"Di Timur Tengah itu kan kalau sudah menduakan Tuhan, itu hukumannya sangat berat," imbuhnya.

Setelah ditangkap polisi, Rosmini diperiksa seorang diri. Padahal, Rosmini punya hak untuk menolak diperiksa jika tak mendapatkan pendampingan kuasa hukum, atau pendampingan perwakilan RI. Karena ketidaktahuannya, Rosmini tak menggunakan hak tersebut.

Diperiksa dalam posisi sendirian, Rosmini diminta mengaku telah melakukan praktik sihir. Polisi pun membujuknya untuk mengaku dengan iming-iming bakal dibebaskan segera. Lantaran tak paham hukum, Rosmini menurut.

"Karena diiming-imingi seperti itu, dia mengaku. Padahal, pengakuan seperti itu kan dasar yang kuat sekali untuk penuntutan di pengadilan," ujar Juwarih.

Alhasil, Rosmini dijatuhi vonis hukuman mati. Setelah mengajukan banding, hukumannya diringankan menjadi hukuman penjara 10 tahun. Kini, dia telah menjalani masa hukuman selama tujuh tahun. "Kasus Rosmini ini contoh kecil saja. Kemungkinan banyak kasus seperti ini," kata Juwarih.

Karena itu, Juwarih meminta BP2MI mengubah metode pembekalan hukum kepada PMI saat orientasi pra penempatan (OPP), agar mereka bisa lebih memahaminya. Kalau bisa, materi pembekalan hukum diberikan tidak hanya dalam sekali pertemuan.

"Jangan satu hari full pemberian materinya, karena mereka kan bukan pelajar. Pendidikan orang dewasanya harus dibenahi, agar materinya masuk," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement