REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) menginisiasi dan memimpin penyusunan protokol pemulangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) bermasalah dari negara penempatan ke debarkasi atau bandara dan pelabuhan di Indonesia. Langkah ini dilakukan agar proses pemulangan PMI bermasalah bisa lebih cepat dan tetap sesuai aturan.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, saat ini masih ada kekosongan aturan di dalam regulasi pemulangan PMI Bermasalah. Sehingga menyebabkan proses pemulangan PMI Bermasalah seringkali berlangsung lama.
Ia mencontohkan pemulangan PMI yang menjadi korban kebakaran apartemen di Korea Selatan. Di mana, saat itu Kementerian Luar Negeri (Kemlu) kesulitan mengeluarkan anggaran untuk memulangkan PMI yang diberangkatkan pemerintah.
Sebab, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebagai pelaksana penempatan, tidak diberikan kewenangan untuk memulangkan PMI bermasalah sebelum tiba di Debarkasi.
“Memang pada akhirnya Kemlu bisa memulangkan. Tapi itu setelah kita menggelar beberapa kali rakor. Masak nanti kalau ada PMI yang mengalami masalah kita masih harus rakor dulu baru bisa memulangkan. Protokol ini akan memberi keleluasaan kita untuk melindungi PMI di luar negeri,” kata Moeldoko, dikutip dari siaran pers KSP, Rabu (17/1/2024).
Moeldoko mengatakan, protokol pemulangan PMI bermasalah akan melengkapi regulasi yang sudah ada. Yakni Permenko PMK No 03/2016 tentang Peta Jalan Pemulangan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah, serta Peraturan BP2MI Nomor 03/2019 (atau perubahannya) tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kepulangan Pekerja Migran Indonesia Bermasalah Sampai ke Daerah Asal.
Ia menambahkan di dalam Permenko No 03/2016, pemulangan PMI Bermasalah oleh pemerintah hanya bisa dilakukan jika dalam keadaan darurat. Seperti terjadinya bencana alam, wabah, penyakit, perang, pendeportasian besar-besaran, dan negara penempatan tidak lagi menjamin keselamatan PMI Bermasalah.
“Padahal ada kasus-kasus tertentu yang tidak diatur dalam Permenko PMK. Untuk itu protokol tetap jalan terus untuk segera diformalkan. Saya harap satu dua minggu ini sudah selesai dan bisa kita tandatangani bersama,” kata dia.
Moeldoko menjelaskan, protokol pemulangan PMI bermasalah dari negara penempatan ke debarkasi hanya berlaku bagi PMI yang ditempatkan oleh pemerintah, dan disebabkan oleh kasus-kasus di luar ketentuan Permenko PMK No 03/2016.
Protokol Pemulangan PMI bermasalah, lanjut dia, hanya mencakup pengiriman pemerintah dari embarkasi ke debarkasi, dan menjadi solusi jangka pendek atas regulasi yang mengatur hal tersebut. Sedangkan mekanisme pemulangan dari ke kampung halaman sudah diatur dalam Peraturan BP2MI.
"Jika sudah ada aturan di atasnya, protokol ini tentu tidak berlaku lagi. Tapi bisa menjadi instrumen dalam Perpres (perbaikan tata kelola penempatan dan pelindungan PMI dari hulu hingga hilir)," ujar Moeldoko.
Pada kesempatan itu, Moeldoko mewanti-wanti agar penyelesaian persoalan PMI tidak hanya dilakukan di sisi hilir, tapi juga hulu. Apalagi, Presiden Joko Widodo telah mengamanatkan untuk perbaikan tata kelola penempatan PMI yang telah diatur dalam UU No 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Tidak boleh satupun WNI di luar negeri menghadapi kesulitan, siapa berbuat apa dan anggaran harus jelas termasuk di tata kelola,” kata dia.