Rabu 20 Apr 2022 16:43 WIB

Kuasa Hukum Kecewa PTUN Tolak Gugatan Pengangkatan Mayjen Untung

Gugatan ditolak pada tahap dismissal process atau pemeriksaan persiapan administrasi.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ilham Tirta
Panglima Kodam (Pangdam) Jaya Mayjen Untung Budiharto.
Foto: Dok Pendam Jaya
Panglima Kodam (Pangdam) Jaya Mayjen Untung Budiharto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum penggugat yang melayangkan gugatan kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa terkait pengangkatan Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya mengaku kecewa dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PTUN telah menolak gugatan tersebut dalam sidang yang digelar pada Selasa (19/4/2022).

Gugatan ditolak pada tahap dismissal process atau pemeriksaan persiapan administrasi. "Padahal kami sudah jelaskan dalam gugatan kami dengan berbagai macam argumentasinya, salah satunya (gugatan) ini penting untuk membuka akses atau justice bagi korban," kata kuasa hukum penggugat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, Hussein Ahmad dalam konferensi pers secara daring, Rabu (20/4/2022).

Baca Juga

"Mengingat juga bahwa Pangdam Jaya ini sudah terbukti sebagai penjahat HAM melakukan penculikan pada tahun 1997-1998 dan kemudian dilantik oleh Panglima TNI," katanya.

Hussein menilai, Ketua PTUN Jakarta gagal dalam memahami kewenangannya yang tertuang dalam Pasal 87 UU Nomo 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah yang memperluas definisi KTUN yang dapat disengketakan di PTUN. Pasal tersebut, lanjutnya, memperluas sumber terbitnya KTUN yang dapat disengketakan di PTUN, yakni Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya, termasuk tata usaha TNI yang sepenuhnya berada di lingkungan kekuasaan eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan di bidang pertahanan.

"Dalam konteks ini, kami memandang sudah sepatutnya keputusan yang dikeluarkan oleh Jenderal Andika Perkasa itu masuk dalam domainnya atau kompetensinya PTUN. Meski ada pasal ini, rupanya Ketua PTUN ini gagal dalam memahami kewenangannya tersebut. Sehingga mengeluarkan keputusan yang demikian, yaitu menolak atau tidak menerima gugatan kami," jelas peneliti Imparsial tersebut.

Selain itu, menurut Hussein, sudah seharusnya sebagai lembaga peradilan terhormat, PTUN patut memahami sampai saat ini Peradilan Tata Usaha Militer tidak ada dan belum pernah dibentuk. "Oleh karena itu, PTUN seharusnya mengambil tanggung jawab di dalam memutus perkara ini," ujarnya.

Tidak hanya mengecewakan, dia menyebut, keputusan PTUN menolak gugatan ini juga mempertontonkan pembiaran dan bahkan perlindungan terhadap praktik impunitas di Indonesia. Karena itu, Hussein mengungkapkan, pihaknya akan melakukan perlawanan terhadap putusan tersebut.

"Selanjutnya, koalisi akan menggunakan haknya untuk melakukan perlawanan terhadap putusan dismissal ini berdasarkan Pasal 62 UU Peradilan Tata Usaha Negara," kata dia.

Sebelumnya, keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998, Paian Siahaan (ayah dari Ucok Munandar Siahaan) dan Hardingga (anak dari Yani Afri) bersama dengan Imparsial, KontraS, dan YLBHI yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil sebagai kuasa hukum telah melayangkan gugatan terhadap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ke PTUN Jakarta dan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Jumat, 1 April 2022.

Gugatan ini atas Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/5/I/2022 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan TNI tertanggal 4 Januari 2022 yang berisi pengangkatan Mayjen TNI Untung Budiharto sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Jaya. Mayjen Untung diketahui merupakan mantan anggota TIM Mawar yang terlibat dalam penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivis pada tahun 1997-1998.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement