Kamis 14 Apr 2022 06:03 WIB

Kejakgung Periksa Eks Dirut PT Krakatau Steel Terkait Korupsi Blast Furnace

MWRS diperiksa selaku Dirut PT Krakatau Steel periode 2017 hingga 2018.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.
Foto: Bambang Noroyono/Republika
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung), memeriksa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Krakatau Steel, inisial MWRS. Pemeriksaan tersebut terkait dengan lanjutan penyidikan dugaan korupsi proyek pembangunan blast furnace yang dilakukan Krakatau Steel.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana mengatakan, MWRS diperiksa sebagai saksi. “MWRS diperiksa selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2017 sampai dengan 2018,” kata Ketut dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (13/4/2022).

Baca Juga

“MWRS, diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel periode 2011,” sambung Ketut.

Mengacu jadwal resmi pemeriksaan di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, MWRS adalah Mas Wigrantoro R Setyadi. Ia diperiksa terkait pengetahuannya sebagai mantan Dirut PT Krakatau Steel atas pembangunan blast furnace di Cilegon, milik PT Krakatau Steel.

Dapur peleburan tinggi baja tersebut, saat ini terbengkalai dan mangkrak pembangunannya karena diduga terjadi praktik korupsi. Penyidikan kasus tersebut, sudah dilakukan di Jampidsus sejak Februari 2022 lalu.

Kasus dugaan korupsi di Krakatau Steel berawal dari proyek pembangunan blast furnace berbahan bakar batubara pada 2011 sampai 2019. Dikatakan, proyek pembangunan tanur tinggi peleburan baja ringan dengan bahan batubara itu, untuk meminimalisir pembiayaan yang lebih rendah ketimbang menggunakan bahan bakar berbentuk gas.

Supardi menerangkan, pada 31 Maret 2011, dimulai pelelangan untuk pembangunan proyek tersebut di Cilegon, Banten. “Pemenang dari lelang pengadaan adalah konsorsium asal Cina, MCC CERI, dan PT Krakatau Steel Engineering,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi, Rabu (16/3/2022).

Sumber pendanaan pembangunan proyek tersebut semula akan dibiayai Eksport Credit Agency (ECA) yang juga berasal dari Cina. Akan tetapi, dari dokumen-dokumen penyelidikan, ECA tak menyetujui pembiayaan proyek tersebut. “Karena kinerja keuangan perusahaan PT Krakatau Steel tidak memenuhi syarat,” kata Supardi.

Atas kondisi tersebut, manajemen Krakatau Steel mengalihkan pembiayaan melalui peminjaman dengan cara sindikasi. Ada enam bank nasional, dan dari luar negeri, serta lembaga pembiayaan yang menjadi kreditur. Di antaranya, Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank OCBC, Bank ICBC, Bank CIMB, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Nilai pembiayaan mengacu kontrak, sebesar Rp 6,92 triliun. Dari pembiayaan tersebut, manajemen Krakatau Steel, melakukan pembayaran kepada MCC CERI senilai Rp 5,35 triliun. Nilai tersebut, berasal dari pemberian fasilitas kredit sebesar Rp 3,53 triliun dari perbankan luar negeri, dan porsi lokal sebesar Rp 1,81 triliun. Setelah dilakukan pembayaran, proses pembangunan dimulai sejak 2011. Namun pada Desember 2019, proyek pembangunan tersebut dihentikan.

“Tetapi pekerjaan dari pembangunan proyek tersebut tidak selesai,” ujar Supardi. Ia menambahkan, saat ini, pembangunan proyek tersebut mangkrak dan tak dapat difungsikan. “Sehingga mengakibatkan kerugian negara,” ujar Supardi.

Dugaan korupsi di PT Krakatau Steel ini, sebetulnya pernah disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pada 2021. Erick saat acara Talkshow Bangkit Bareng yang digelar oleh Republika, Selasa (28/9/2021) lalu, pernah mengungkapkan perusahaan baja milik negara itu, mencatatkan utang mencapai dua miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp 28,51 triliun.

Dari utang tersebut, terkait dengan pembuatan tungku peleburan tanur tinggi. Tetapi, proyek tersebut akhirnya mangkrak. Erick menduga, ada dugaan korupsi dalam pembangunan peleburan baja tersebut. “Krakatau Steel, punya utang dua miliar dolar (AS). Salah satunya investasi 850 juta dolar dari proyek blast furnace (peleburan tanur tinggi) yang hari ini mangkrak. Pasti ada indikasi korupsi,” ujar Erick.

Ia menegaskan, kementeriannya akan menagih tanggungjawab hukum atas dugaan korupsi pada perusahaan negara tersebut. “Ini kan hal yang tidak bagus, pasti ada indikasi korupsi, kita akan kejar siapa pun yang merugikan karena ini bukan ingin menyalahkan, tapi penegakan hukum terhadap proses bisnis yang salah harus kita perbaiki," kata Erick.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement