Senin 11 Apr 2022 13:19 WIB

Reog Ponorogo Diklaim Malaysia, Pakar: Menjadi Sarana Refleksi Rakyat Indonesia

Persoalan pendokumentasian sejarah menjadi kelemahan dalam pengajuan Reog Ponorogo.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus raharjo
Penari reog menghibur penonton saat Gebyar Budaya Parade Reog Ponorogo di Lapangan Nambangan Kidul, Kota Madiun, Jawa Timur, Selasa (5/2/2019).
Foto: Antara/Siswowidodo
Penari reog menghibur penonton saat Gebyar Budaya Parade Reog Ponorogo di Lapangan Nambangan Kidul, Kota Madiun, Jawa Timur, Selasa (5/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar Budaya Universitas Airlangga (Unair) Puji Karyanto menanggapi klaim Malaysia atas kesenian Reog yang sejak lama dikenal dari Ponorogo, Jawa Timur. Puji mengatakan, langkah Malaysia yang mendaftarkan Reog sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO menjadi sebuah refleksi bagi bangsa Indonesia agar tidak abai dengan budaya tradisi.

“Kita sebenarnya sudah cukup sering belajar terkait hal-hal seperti ini. Tentu saja, ketika ada hal seperti ini, menjadi sarana refleksi bagi kita kenapa sampai ada negara lain yang ingin mendaftarkan salah satu warisan budaya tak benda kita ke UNESCO. Jangan-jangan warisan tak benda ini memang lebih hidup di mereka daripada di kita,” ujarnya, Senin (11/4/2022).

Baca Juga

Puji mengingatkan, satuan kebudayaan berbeda dengan satuan politik. Secara kebudayaan, kesenian tradisi umumnya dianggap milik komunal, bukan milik perorangan. Hal itu berkaitan dengan pola pikir zaman sekarang.

Pola pikir yang dimaksud yakni terdapat klaim yang mengharuskan Indonesia mendaftarkan kebudayaannya ke UNESCO agar tidak selanjutnya hilang dan diambil alih oleh pihak lain. Namun, kata dia, tak cukup hanya didaftarkan saja, melainkan juga harus dirawat.

Puji mengingatkan, generasi muda Indonesia zaman sekarang harus merasa memiliki budaya tradisi. Tentu dengan catatan, para pelaku kebudayaan juga harus beradaptasi dengan zaman, menjadikan budaya tradisi menarik bagi anak muda saat ini

“Hidupkan semua warisan budaya masa lampau yang memang bisa diadaptasikan, cocok dengan kondisi saat ini,” ujarnya.

Puji mengingatkan, pemerintah juga harus ikut andil dalam upaya melestarikan warisan-warisan budaya tak benda. Caranya dengan melakukan perlindungan legal terkait dengan warisan kebudayaan tak benda, sehingga tidak gampang diklaim oleh negara lain.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang dimiliki. Salah satunya Reog Ponorogo yang tengah diajukan sebagai warisan budaya tak benda milik Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia ke UNESCO. Mengingat di tengah upaya ini, ada Malaysia yang juga sedang mengupayakan hal yang sama.

"Ini menjadi momentum sekaligus pengingat bagi pemerintah Indonesia dan Jawa Timur, khususnya Bupati Ponorogo untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang bisa memberikan penguatan kepada UNESCO bahwa Reog memang adalah warisan budaya tak benda dari Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia," ujarnya.

Khofifah mengingatkan pentingnya pendokumentasian dan penelusuran sejarah untuk setiap warisan budaya yang dimiliki. Karena untuk mengakui hal tersebut sebagai bagian dari kekayaan yang dimiliki, diperlukan dokumen administratif sebagai bukti autentik.

"Ini waktunya memang sangat pendek maksimalisasi untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang terkait dari keabsahan bahwa Reog Ponorogo itu memang terlahir dari Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia," ujarnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim, Sinarto mengakui persoalan pendokumentasian sejarah masih menjadi kelemahan dalam pengajuan Reog Ponorogo sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO. "Bahwa soal sejarah memang kita punya kelemahan. Kadang-kadang telat menulis daripada perjalanan kebudayaan. Nah inilah yang harus diperhatikan dan menjadi lebih serius," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement