Menurut Kepala Badan Intelijen DIY, Brigjen Pol Andry Wibowo, fenomena kejahatan jalanan ini lebih banyak terjadi di perkotaan. Berdasarkan riset yang sudah dilakukan, kata Andry, terjadinya kejahatan jalanan dikarenakan kontrol sosial yang berkurang terhadap kegiatan anak.
"Kontrol sosial dalam anak-anak kita juga sekarang berkurang, mereka dibiarkan jam 09.00 WIB, jam 10.00 WIB (berkeliaran) di luar," kata Andry di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (7/4/2022).
Menurut Andry, perlu adanya penguatan dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan anak. Baik penguatan struktural atau kepolisian maupun penguatan sosial yakni dari masyarakat itu sendiri, termasuk keluarga.
"Ini harus ditangani melalui struktur sosial, patroli, pencegahannya maupun pembinaan-pembinaan yang berkaitan dengan pencegahan kenakalan remaja. Itu penguatan dan kesadaran kontrol rumah tangga terhadap putra-putranya," ujar Andry.
"Penguatan kekuatan kepolisian di malam hari melalui patroli misalnya remaja nongkrong disuruh pulang, dicatat. Itu polanya, datangi, tanyakan kepentingannya, suruh pulang dan lalu hubungi orang tuanya. Kalau dari pelaku-pelaku yang sudah melakukan (kejahatan) ya (diproses) hukum," lanjutnya.
Dari riset yang sudah dilakukan di DKI Jakarta, kata Andry, adanya penguatan tersebut efektif dalam menurunkan aksi kejahatan jalanan. Hal ini menurutnya juga dapat diterapkan di DIY.
Terlebih, di DIY sendiri juga sudah ada Jaga Warga yang diaktifkan di tiap kelurahan. Jaga Warga ini diaktifkan untuk turut melakukan pengawasan terhadap aktivitas anak, terutama di malam hari.
"Kombinasi struktural dan sosial ini menjadi efektif ketika dilakukan di Jakarta Timur dan ini bisa dijadikan model untuk melihat problem-problem yang ada di Yogya," jelas Andry.
Berbicara terpisah sebelumnya, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY menyatakan, telah melakukan pemetaan terkait klitih. Berdasarkan pemetaan tersebut, ditemukan bahwa penyebab klitih di DIY dikarenakan keluarga yang tidak harmonis.
Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi mengatakan, hampir semua pelaku klitih di DIY berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Dalam keluarga tersebut, katanya, terjadi banyak konflik yang menyebabkan anak tidak nyaman berada di rumah.
"Entah itu orang tuanya bercerai, tidak diasuh oleh orang tuanya dan diasuh oleh orang lain, entah itu penuh dalam konflik walaupun ada ayah dan ibu, bahkan penuh kekerasan atau orang tuanya yang tidak memberi contoh yang baik," kata Erlina kepada Republika, Kamis (30/12/2021).
Erlina menuturkan, berawal dari ketidakharmonisan di rumah yang membuat banyak anak berprilaku negatif. Bahkan, hal ini juga berdampak pada ketidaknyamanan anak saat berada di sekolah maupun lingkungannya.
Dengan begitu, lanjutnya, anak mencari perkumpulan yang membuat mereka nyaman seperti masuk dalam geng-geng. Geng ini yang banyak berujung pada kenakalan dan kejahatan jalanan.
"Kalau nyantolnya teman-teman yang berperilaku negatif, maka mereka juga cenderung akan berperilaku negatif," ujar Erlina.