Senin 04 Apr 2022 17:07 WIB

RUU TPKS Atur Penghapusan Konten Seksual Korban Kekerasan Seksual

Aturan itu masih belum disepakati masuk dalam pasal berapa.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati (tengah) didampingi Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) mengikuti rapat kerja bersama Baleg DPR di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (24/3/2022). Baleg DPR dan pemerintah menggelar rapat perdana pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati (tengah) didampingi Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) mengikuti rapat kerja bersama Baleg DPR di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (24/3/2022). Baleg DPR dan pemerintah menggelar rapat perdana pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menyepakati dua pasal terkait penghapusan konten atau dokumen yang memuat konten seksual korban kekerasan seksual. Namun, dua pasal tersebut masih disebut sebagai Pasal X dan Pasal Y.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjelaskan, Pasal X Ayat 1 mengatur pemerintah berwenang melakukan penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mengandung muatan tindak pidana kekerasan seksual.

Baca Juga

"Ayat 2, ketentuan lebih lanjut mengenai penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mengandung muatan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 diatur dengan peraturan pemerintah," ujar Eddy dalam rapat Panja RUU TPKS, Senin (4/4/2022).

Selanjutnya dalam Pasal Y Ayat 1 dijelaskan, penyidik berwenang membuat suatu data dan/atau sistem elektronik yang terkait tindak pidana kekerasan seksual. Agar konten tersebut tidak dapat diakses, selain untuk prosedur peradilan.

"Pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dilakukan berdasarkan penetapan kepala kejaksaan negeri setempat," ujar Eddy.

Anggota Panja Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Intan Fauzi mengapresiasi adanya dua pasal tersebut dalam RUU TPKS. Pasalnya, ia pernah mendampingi korban yang foto wajahnya diedit dan ditempelkan pada foto yang bukan dirinya.

"Jika Pasal X Ayat 1 ini bisa dilakukan, saya setuju bahwa ini dikasih kewenangan adalah pemerintah. Tentu dalam hal ini kaitannya adalah Menteri Kominfo karena sesuai kewenangannya," ujat Intan.

Wakil Ketua Baleg Willy Aditya mengatakan, pihaknya tidak bisa menampung seluruh aspirasi terkait kekerasan seksual dalam RUU TPKS. Salah satunya adalah dicabutnya Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diusulkan The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

"Gini, kalau permintaan semua teman-teman itu diakomodir, ya mabuk lah kita," ujar Willy.

Kendati demikian, pembahasan seluruh daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TPKS telah selesai dilakukan oleh panitia kerja. Rencananya, rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I dapat dilakukan pada Selasa (5/4). "Jadi kalau bisa selesai sesuai dengan jadwal, besok kita sudah pengambilan keputusan tingkat 1," ujar politikus Partai Nasdem itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement