REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan, kemajuan teknologi informasi telah mengubah berbagai sendi kehidupan dan menyebabkan terjadinya disrupsi di berbagai lini. Dampak lain yang juga timbul adalah memudarnya konsep ideologi.
"Maka Pancasila rentan masuk dalam perangkap politik endism, suatu konsep tentang akhir ideologi yang pernah dipopulerkan Daniel Bell dalam The End Of Ideology," ujarnya saat menghadiri Rapimda II Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesiaa (GM FKPPI) Jawa Timur, Jumat (25/3).
Dalam kaitannya dengan kemajuan teknologi informasi, hal lain yang disampaikan Basarah adalah fenomena metavaverse. Yakni suatu teknologi yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya secara virtual. Dalam metaverse, pengguna dapat membuat avatar sesuai keinginannya.
"Avatar 3D adalah replika atau gambaran pengguna dalam bentuk animasi tiga dimensi. Avatar ini dapat digunakan sebagai representasi pengguna di internet," ujarnya.
Di metaverse, lanjut Basarah, pengguna dapat melakukan kegiatan apa saja dalam bentuk virtual. Seperti berkumpul atau mengadakan rapat, bekerja, bermain, mengadakan berbagai acara, mengikuti konser, berbelanja online, hingga membeli sebuah properti digital.
"Pertanyaannya, apakah sebagai sebuah bangsa, kita sudah siap untuk mengantisipasi berbagai ekses yang akan ditimbulkan dari fenomea dunia metaverse tersebut?" kata Basarah.
Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Wantimpus) GM FKPPI itu mengingatkan, pakar terorisme di pusat edukasi, teknologi, dan inovasi anti-terorisme di National Omaha, Nebraska, AS, belakangan telah meneliti potensi metaverse menjadi markas kelompok teroris di masa depan. Artinya, kata dia, metaverse dapat semakin memuluskan aksi terorisme di dunia virtual.
Tokoh teroris dapat berupa avatar digital yang berdiri di pusat keramaian dan melakukan propaganda sambil berusaha memikat penonton dengan iming-iming masa depan sesuai keyakinan ideologisnya. "Apakah kita sudah siap menghadapinya? Sudahkan kita memiliki perangkat hukum yang mengatur hal tersebut?" kata Basarah.
Potensi ancaman lain yang juga disampaikan Basarah adalah liberalisme atau individualisme yang membawa paham kebebasan, terutama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Mereka juga mempropagandakan paham kosmopolitanisme.
Kosmopolitanisme, kata dia, adalah ancaman terhadap nasionalisme bangsa Indonesia karena tidak mengenal ada kebangsaan. Berbagai ragam ancaman kebangsaan itulah yang harus disikapi dengan cermat dan seksama.
"Agar ketahanan nasional kita kokoh dan kuat, maka kita harus memahami dan kembali kepada jatidiri ideologi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara kita. Bagaimana cara kita memahaminya? Kita harus belajar sejarah," ujarnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu berpendapat, dengan belajar sejarah, masyarakat, utamanya generasi muda bisa memahami proses pembentukan, perumusan, dan disepakatinya Pancasila sebagai dasar negara. Sslain itu, kata dia, masyarakat juga akan memiliki pedoman agar tidak tergelincir di masa yang akan datang. "Oleh karena itulah seluruh kader GM FKPPI harus menjadi otak, mata, dan otot organisasi yang dapat berfikir, melihat, memetakan, menganalisis, dan bertindak menjaga Pancasila dan NKRI dari rongrongan ideologi transnasional saat ini dan di masa depan," kata Basarah.
Pangdam V/ Brawijaya Mayjen TNI Nurcahyanto juga menyoroti dinamika terkini yang terjadi. Utamanya terhadap perkembangan teknologi dan informasi yang semakin cepat. Ia pu meminta kader GM FKPPI untuk menguasai teknologi dan meningkatkan literasi digital.
"Upaya tersebut dilakukan untuk memperkuat sekaligus memperkokoh ketahanan nasional," ujarnya.