Rabu 23 Mar 2022 18:12 WIB

Komisi III: Keadilan Restoratif Jangan Jadi Ladang Pemerasan

Kejaksaan harus mengatur bagaimana SOP penerapan restorative justice.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Sarifuddin Sudding.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sarifuddin Sudding.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Sudding meminta kejaksaan selektif dalam memilih perkara dengan pendekatan keadilan restoratif. Pasalnya, tak semua kasus pidana bisa diselesaikan dengan mekanisme tersebut.

"Jadi, tidak semua kasus harus restorative justice. Lalu kemudian bagaimana SOP-nya, itu juga sangat penting, jangan sampai ini menjadi lahan baru dalam upaya-upaya transaksional dalam penerapan restorative justice," ujar Sudding dalam rapat dengar pendapat dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana, Rabu (23/3/2022).

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Santoso mengapresiasi penerapan keadilan restoratif dalam menyelesaikan perkara tindak pidana umum. Namun, ia meminta agar prinsip tersebut tak dijadikan oknum jaksa sebagai ladang pemerasan.

"Khusus restorative justice, jangan jadi ladang pemerasan baru oleh oknum jaksa kepada masyarakat pencari keadilan," ujar Santoso.

Ia menjelaskan, ada potensi para oknum jasa memeras korban dengan dalil restorative justice. Padahal, sudah menjadi tugas aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan, untuk memfasilitasi pendekatan tersebut dalam penanganan perkara pidana.

"Jangan lagi rakyat diperas atas program-program yang sebenarnya baik, tetapi di belakang menjerat rakyat untuk disusahkan atau disengsarakan lagi," ujar Santoso.

Dalam rapat tersebut, Fadil Zumhana mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan lebih dari 823 perkara tindak pidana umum dengan menerapkan keadilan restoratif. Angka tersebut terhitung sejak Peraturan Kejaksaan Nomor 14 tahun 2020 diundangkan.

"Lebih dari 823 perkara tindak pidana umum telah diselesaikan oleh kejaksaan melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif," ujar Fadil dalam rapat tersebut.

Kendati demikian, jumlah itu disebutnya memang tidak sebanding dengan banyaknya perkara yang ada. Karena proses penghentian penuntutan secara keadilan restoratif dilakukan secara sangat selektif oleh kejaksaan.

"Dengan dilakukan gelar perkara dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum setiap hari, setiap pagi. Namun demikian, penghentian perkara dengan keadilan restoratif tersebut ternyata sangat mendapat respon positif dari masyarakat," ujar Fadil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement