Jumat 18 Mar 2022 17:54 WIB

Vonis Lepas Pidana Sidang Unlawfull Klling yang Sudah Ditebak

Keluarga korban unlawfull killing menilai putusan hakim tidak berperikemanusiaan.

Terdakwa unlawful killing anggota Laskar FPI Briptu Fikri Ramadhan (kanan) dan Ipda M Yusmin Ohorella ((kedua kanan) didampingi Koordinator Tim Penasihat Hukum Henry Yosodiningrat (kiri) mengukuti sidang putusan yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memvonis bebas kedua terdakwa meski dakwaan primer jaksa terbukti, perbuatan terdakwa tidak dapat dikenai pidana karena masuk dalam kategori pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan/
Terdakwa unlawful killing anggota Laskar FPI Briptu Fikri Ramadhan (kanan) dan Ipda M Yusmin Ohorella ((kedua kanan) didampingi Koordinator Tim Penasihat Hukum Henry Yosodiningrat (kiri) mengukuti sidang putusan yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memvonis bebas kedua terdakwa meski dakwaan primer jaksa terbukti, perbuatan terdakwa tidak dapat dikenai pidana karena masuk dalam kategori pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Antara

Vonis bebas pidana bagi dua terdakwa pembunuhan anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI), Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dinilai tidak mengejutkan. Meski terbukti melakukan penghilangan nyawa terhadap enam pengawal Habib Rizieq Shihab, namun putusan persidangan unlawfull killing melepaskan dua anggota Resmob Polda Metro Jaya itu dari tuntutan pidana.

Baca Juga

Pengacara FPI dan keluarga korban unlawfull killing, Azis Yanuar mengaku tak kaget dengan putusan lepas dari majelis hakim atas kasus tersebut. Karena dikatakan Azis, sejak awal kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tersebut naik ke penyidikan dan ke persidangan, kepengurusan FPI, maupun pihak keluarga korban, tak percaya dengan independensi lembaga hukum, maupun pengadilan yang menyidangkan dua terdakwa anggota Polda Metro Jaya, pelaku pembunuhan enam Laskar FPI tersebut.

“Kita melihat rangkaian proses hukum, sampai putusan dari kasus ini, sudah menebak jauh-jauh hari, bahwa pasti pelaku pembunuhan tersebut bebas,” kata Azis kepada Republika, pada Jumat (18/3/2022). Itu mengapa, sejak awal, dikatakan dia, dari FPI, maupun pihak keluara korban, merasa tak perlu untuk turut diperiksa, ataupun memberikan kesaksian terkait peristiwa KM 50 tersebut.

“Sejak awal, kita melihat semua rangkaian dan proses hukum, sampai pada persidangan kasus ini, berada dalam proses yang sesat,” kata Azis.

Azis pun menyampaikan, FPI, maupun pihak keluarga enam korban pembunuhan tersebut, tak perlu bicara banyak soal rangkaian proses hukum yang dinilai sesat tersebut. “Kita akan melihat putusan lepas ini, sebagai justifikasi dari hakim, atas perilaku pembunuhan yang membunuh korban dengan cara sadis, dan tidak berprikemanusian tersebut,” kata Azis.

Sementara kedua terdakwa, menyatakan menerima putusan lepas, dan segala pertimbangannya tersebut. “Kami menerima putusan dari hakim ini,” begitu kata kordinator tim pengacara terdakwa, Henry Yosodiningrat.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan keluarga korban dapat meminta jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan gugatan banding jika merasa tidak puas dengan putusan PN Jaksel. Keberatan terhadap putusan hakim tersebut harus dilakukan melalui ketentuan hukum yang berlaku, kata Poengky.

"Kompolnas menghormati proses hukum yang berjalan di pengadilan secara terbuka. Apabila keluarga korban atau pengacaranya tidak puas dengan putusan majelis hakim, maka dapat meminta jaksa penuntut umum mengajukan banding," katanya, Jumat.

Majelis hakim PN Jakarta Selatan, dalam sidang pembacaan putusan Jumat, memvonis dua terdakwa penembakan anggota FPI lepas dari sanksi hukum dan bebas dari seluruh tuntutan. Hakim memutuskan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella bebas, meskipun kedua polisi itu terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana disebutkan dalam dakwaan primer jaksa.

Ketua Majelis Hakim M. Arif Nuryanta dalam putusannya menyampaikan seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terpenuhi. Dakwaan primer jaksa adalah Briptu Fikri dan Ipda Yusmin terbukti merampas nyawa orang lain, dengan menembak empat anggota FPI di dalam mobil Xenia milik polisi pada 7 Desember 2020. Perbuatan itu diatur dalam Pasal 338 KUHP.

Majelis hakim menilai penembakan itu merupakan upaya pembelaan diri para terdakwa, sehingga kedua polisi itu tidak dapat dipidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 KUHP. Poengky menilai penggunaan Pasal 49 oleh majelis hakim dalam perkara itu tepat.

"Kami melihat penerapan Pasal 49 KUHP oleh majelis hakim, karena didukung dengan tindakan diskresi kepolisian sesuai undang-undang yang mengacu pada prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia bagi aparat penegak hukum," jelasnya.

Sementara Kejaksaan Agung menghormati keputusan sidang unlawful killing. "Kami hormati putusan pengadilan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.

Ketut juga menilai sikap jaksa penuntut umum untuk pikir-pikir terkait putusan majelis hakim tersebut sudah tepat. Menurut dia, jaksa penuntut masih menggunakan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir sambil mempelajari putusan hakim secara lengkap. "Kami pelajari dulu putusan lengkapnya, nanti baru penuntut umum mengambil sikap," ujarnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement