REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pasca-Peraturan Daerah (Perda) tentang Perubahan Nama Perumda Jasa Transportasi Trans Pakuan disahkan, Komisi II DPRD Kota Bogor kembali menyoroti persoalan yang belum juga diselesaikan oleh pengelola Biskita Transpakuan. Salah satunya ialah utang karyawan Perumda Trans Pakuan yang diperkirakan mencapai angka Rp 2,5 miliar.
Anggota Komisi II DPRD Kota Bogor, Rusli Prihatevy, menegaskan utang karyawan yang masih menunggak, seharusnya menjadi prioritas Direktur Perumda Trans Pakuan dan Pemerintah Kota Bogor saat ini. Sebab, dengan berubahnya nama PDJT menjadi Perumda Trans Pakuan, bukan berarti persoalan yang ada bisa dihilangkan.
“Ini kan utang sudah bertahun-tahun tidak dibayarkan. Sekarang keinginan pemkot sudah kita tunaikan, jadi sekarang kami sebagai wakil masyarakat juga menuntut agar semua utang karyawan itu bisa diselesaikan,” kata Rusli, Rabu (16/3).
Terlebih kata Rusli, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, sudah berjanji untuk menyelesaikan masalah utang karyawan ini sejak 2017. Padahal pada 2016, Perumda Trans Pakuan yang saat itu masih memiliki nama PDJT mendapatkan suntikan dana dari Pemkot Bogor sebesar Rp 5,5 miliar.
Dengan diselesaikannya utang dan ‘dosa’ PDJT, menurut Rusli akan membantu Perumda Trans Pakuan agar bisa fokus mengembangkan usaha dan memberikan kontribusi nyata bagi Kota Bogor.
“Kalau sudah janji kan sudah seharusnya ditepati. Jadi saya minta, utang karyawan ini benar-benar menjadi atensi agar Perumda Trans Pakuan bisa bekerja dengan baik lagi tanpa harus memikirkan dosa-dosa sebelumnya,” ujar Rusli.
Sebelumnya, Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor dipanggil oleh DPRD Kota Bogor, untuk menangakan perihal kejelasan aset yang saat ini dimiliki oleh operator Biskita Transpakuan ini.
Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor, Edi Darmawansyah, menanyakan aset PDJT Kota Bogor, yang jika dilihat dari penyertaan modal pemerintah (PMP) Kota Bogor sejak 2007 bernilai Rp 35 miliar. Namun, berdasarkan hasil laporan audit yang diterimanya, nilai aset terakhir yang dimiliki oleh PDJT hanya sekitar Rp 600 juta.
“Ini kan uang rakyat, uang yang sudah diberikan oleh pemerintah tentunya harus ada pertanggungjawabannya. Karena, aset inilah yang akan menjadi modal dasar PDJT Kota Bogor untuk menjalankan bisnisnya lagi,” ujar Edi belum lama ini.
Tak hanya itu, Edi juga menanyakan terkait rencana bisnis (Business Plan) dari PDJT Kota Bogor. Sebab, menurutnya dengan dipegangnya tampuk kepimpinan yang baru, PDJT Kota Bogor sudah saatnya memberikan kontribusi nyata bagi pendapatan Kota Bogor.
“Kita kan ingin tahu juga kapan ini PDJT bisa memberikan kontribusi nyata bagi pendapatan Kota Bogor,” tegasnya.
Menjawab pertanyaan tersebut, Direktur PDJT Kota Bogor, Lies Permana Lestari, mengatakan sejak dilantik pada Desember silam, ia memang tengah melakukan perbaikan dan penyelesaian masalah satu-persatu. Meski belum bisa memberikan penjelasan secara gamblang terkait masalah yang dihadapi, Lies meminta waktu kepada Komisi II DPRD Kota Bogor untuk membenahi persoalan di PDJT.
Namun, berbicara soal program kerja, Lies menjelaskan untuk bisa bergerak sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari Pemerintah Kota Bogor. Ia beserta jajarannya akan melakukan revenue stream melalui pemanfaatan halte.
Lies mengatakan, nantinya setiap halte di Kkta Bogor bisa dipasang iklan-iklan yang bisa menambah pendapatan bagi PDJT Kota Bogor. “Hanya saja, halte ini masih menjadi masalah karena kepemilikannya masih di Dinas Perhubungan (Dishub). Kami sudah bersurat ke Dishub untuk bisa memberikan hak pemanfaatan,” ujar Lies.