Sabtu 12 Mar 2022 17:28 WIB

Pengamat: Ada Risiko Politik Tinggi di Balik Batalnya SoftBank Investasi di IKN

Kegaduhan politik soal perpanjangan jabatan presiden membuat investor wait and see.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Fuji Pratiwi
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Risiko politik yang besar dinilai menjadi salah satu faktor yang membuat SoftBank membatalkan rencana investasi di IKN Nusantara.
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Risiko politik yang besar dinilai menjadi salah satu faktor yang membuat SoftBank membatalkan rencana investasi di IKN Nusantara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Batalnya grup SoftBank berinvestasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara mendapat sorotan banyak pihak. Risiko politik yang besar dinilai menjadi salah satu faktor yang membuat SoftBank membatalkan rencana investasi di IKN Nusantara.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, Softbank sejatinya telah memiliki masalah keuangan internal, bahkan sebelum masa pandemi. Kerugian Softbank dari Wework pada 2020, Alibaba 2021 belum bisa tergantikan hingga saat ini.

Baca Juga

"Mundurnya Softbank memberi sinyal kepada investor di balik Softbank, strategi perusahaan akan lebih fokus pada pendanaan startup digital, bukan proyek pemerintahan. Ada indikasi kuat risiko politik pembangunan IKN cukup tinggi," kata Bhima kepada wartawan, Sabtu (12/3/2022).

Terlebih, menurut dia, kegaduhan politik belakangan soal perpanjangan masa jabatan presiden membuat investor memilih wait and see. Karena proyek investasi di IKN bukan untuk jangka pendek, tapi butuh kepastian jangka panjang.

"Dikhawatirkan risiko politik terkait pemilu akan membuat proyek IKN terkendala, bahkan bisa berhenti total," ungkap Bhima.

Selain itu, ia menilai faktor perang di Ukraina menambah deretan ketidakpastian global. Investor juga membaca risiko inflasi yang tinggi di negara maju akan membuat biaya pembangunan IKN naik signifikan. Biaya besi baja, barang material konstruksi pun akan mengalami kenaikan imbas dari terganggu nya rantai pasok global.

Hal ini pernah terjadi saat pembangunan ibu kota negara di Putrajaya-Malaysia saat krisis moneter 1998, membuat biaya pembangunan naik signifikan. Naiknya suku bunga diberbagai negara turut meningkatkan biaya dana (cost of fund) khususnya bagi investor yang memiliki rasio utang tinggi.

Bhima mengungkapkan, konsekuensi dari mundurnya Softbank berinvestasi di IKN Nusantara ini ada dua hal. Pertama, jika Pemerintah ingin mengejar pembangunan IKN tepat waktu maka investasi awal IKN sebanyak 80-90 persen harus diperoleh dari APBN.

Padahal di tengah target menurunkan defisit di bawah tiga persen pada 2023, ia melihat pemerintah akan mengandalkan keuntungan penerimaan dari komoditas. Termasuk di dalamnya juga pemerintah akan menambah pembiayaan dari utang baru.

Kedua, lanjut dia, pemerintah perlu cari pengganti Softbank. Entah lembaga investasi hedge fund maupun sovereign wealth fund dari negara mitra, seperti Arab Saudi. Sayangnya, mencari investor sekelas Softbank bukan hal mudah, apalagi proses pembangunan IKN segera dimulai.

"Butuh proses uji kelayakan, pembacaan situasi ekonomi dan hitung-hitungan manfaat sosial-politik bagi investor," kata Bhima.

Sebelumnya SoftBank Group pada Jumat (11/3/2022), mengonfirmasi mereka tidak akan berinvestasi dalam pembangunan ibu kota baru Indonesia di Kalimantan. Namun, SoftBank akan tetap berkomitmen dalam mendorong pengembangan startup di negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara itu.

"Kami tidak berinvestasi di proyek ini, tetapi akan akan melanjutkan untuk berinvestasi di Indonesia melalui  perusahaan portofolio SoftBank Vission Fund," ujar SoftBank dalam pernyataannya seperti dilansir Nikkei.com, Jumat (11/3/2022).

Mereka menolak menyebutkan alasan tidak jadi untuk berinvestasi di ibu kota baru. Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengumumkan pada 2019 rencana untuk merelokasi ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement