REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kasus penyerangan terhadap Ketua Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah (Jatman) yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Salaf An-Nur Tegal Mulya, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, KH Farid Ashr Waddahr (Gus Farid), diharapkan tidak menyurutkan semangat para kyai dan warga Nahdliyin untuk menjalankan aktivitas ibadah.
"Kami imbau kepada kiai di mushala-mushala dan Nahdiyin, tetap eksis dan jangan takut melakukan ibadah dan aktivitas seperti biasa. Mushala harus tetap menggelar aktivitas ibadah,’’ tegas Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Indramayu, KH Mustofa, saat menggelar konferensi pers di Kantor PCNU Indramayu, Jumat (11/3).
Seperti diketahui, Gsu Farid diserang saat menggelar wirid bersama jamaah di mushola Pesantren An-Nur Desa Tegal Mulya, Selasa (8/3) sekitar pukul 22.30 WIB. Kiai muda muda itu diserang dengan menggunakan senjata tajam. Pelaku juga menyerang istri dan keponakan Gus Farid.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Ibrahim Tompo, menjelaskan, motif tersangka S (33 tahun), melakukan penyerangan itu karena berbeda paham. Tersangka menilai, kegiatan zikir malam yang dilakukan korban bertentangan dengan fiqih yang dipahaminya.
"Motif (pelaku) merasa terganggu dengan aktivitas zikir malam hari dengan mendatangkan banyak orang," kata Ibrahim di Mapolda Jabar, Kamis (10/3).
Dari hasil pemeriksaan, kata Ibrahim, tersangka dan Gus Farid serta istrinya saling mengenal. Meski kenal, namun tempat tinggal korban dan pelaku tidak berdekatan sehingga mereka jarang bertemu.
Dari pemeriksaan, kata Ibrahim, pelaku mengaku memiliki faham berbeda dengan korban. Sehingga, pelaku tidak suka dengan kegiatan wirid korban bersama jamaahnnya.
"Menurut pengakuan tersangka, wirid bertentangan dengan fiqih. Wirid dianggap oleh tersangka sebagai pesugihan," Ibrahim.
Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jabar, KH Juhadi Muhammad, menyesalkan tindakan yang dilakukan pelaku. Dalam kasus itu, pelaku menganggap wiridan yang dilakukan kyai NU sebagai sesuatu yang sesat. "Padahal, wirid itu lagi taqorub pada Allah," tandas Juhadi.