REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala merespons berita seorang terduga teroris, yang ditembak mati oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri berinisial SU (54) berprofesi sebagai dokter di Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Menurut dia, kalau Densus 88 harus tembak mati tersangka yang rugi Densus sendiri. Ini karena kesempatan mengorek keterangan menjadi tertutup.
"Sebetulnya kalau Densus 88 harus tembak mati tersangka, yang rugi Densus sendiri. Mengapa? Karena kesempatan mengorek keterangan menjadi tertutup. Jadi, tidak ada kebijakan tembak mati itu kalau tidak terpaksa," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (11/3/2022).
Kemudian, ia melanjutkan dari 2.000 lebih tersangka teroris yang digrebek Densus sejak 2004 (sejak berlakunya UU TP Terorisme), yang ditembak mati hanya 60-an orang. Selebihnya ditahan. Artinya, kalau tersangka tidak melawan secara hebat, Densus tidak menembak.
Ia menambahkan kasus ekstrem seperti Siyono yang dulu sempat heboh, memang ada. Namun, jumlahnya cuma satu sampai dua kasus. "Apakah kasus ini seperti kasus Suyono? jangan lupa, kualitas profilling Densus makin bagus. Artinya kemungkinan salah tangkap seperti mungkin terjadi pada kasus Siyono makin kecil. Kemungkinan besar adalah karena tersangka melawan sedemikian rupa sehingga perlu ditembak," kata dia.
Selain itu, perilaku tersangka yang dokter dan suka menolong tidak bisa menghapus perbuatan pidana. Jadi, itu dua hal yang berbeda. "Setahu saya, jika ada pihak-pihak yang ingin mengetahui kebenaran judgement anggota Densus saat menembak, Densus kelihatannya membuka diri agar pihak-pihak tersebut bisa melihat dokumentasi yang ada. Syaratnya tidak untuk umum," kata dia.
Sebelumnya diketahui, seorang terduga teroris, yang ditembak mati oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, berinisial SU (54) berprofesi sebagai dokter. SU membuka praktik di rumahnya di RT 03/RW 07 Kampung Bangunharjo, Kelurahan Gayam, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah.
Ketua RT 03 Bangunharjo Bambang Pujiana saat dikonfirmasi di Sukoharjo, Kamis (10/3), mengatakan SU memang berprofesi sebagai dokter dan warga yang tinggal di kampung tersebut. Bambang baru mengetahui jika SU ditangkap dan ditembak mati oleh Densus 88 Antiteror karena diduga terlibat jaringan terorisme.
Dia mengaku kaget saat dihubungi oleh anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Sukoharjo, yang menginformasikan warganya, SU, meninggal karena terlibat jaringan terorisme. Menurut Bambang, SU terkenal tertutup dengan warga sekitar, bahkan tidak pernah hadir di acara kampung, seperti kerja bakti dan rapat warga.