Selasa 08 Mar 2022 17:38 WIB

Awal 2022, Ada 1.411 Kasus Kekerasan Perempuan yang Dilaporkan

Lingkungan pendidikan tak luput sebagai lokasi kasus kekerasan terhadap perempuan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendata ada 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan sepanjang 2021. Jumlah korban yang terhimpun di Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) mencapai 10.368 orang.

"Untuk data kekerasan terhadap perempuan dari 1 Januari-21 Februari 2022 terdapat 1.411 kasus," kata Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dalam keterangan pers, Selasa (8/3/2022).

Baca Juga

Bintang menyinggung lingkungan pendidikan yang tak luput sebagai lokasi kasus kekerasan. Padahal, lingkungan pendidikan menjadi tempat belajar kehidupan dan kemanusiaan.Namun justru menjadi tempat dimana nilai-nilai kemanusiaan direnggut dan dilanggar.

"Karena adanya relasi budaya, kebiasaan sosial, dan yang paling parah adalah adanya relasi kuasa antara dosen, staf, mahasiswa yang tentunya ini berhubungan dengan pelaku dengan ancaman atas diskriminasi, bahkan berdampak kepada status akademis korban,” ujar Bintang.

 

Bintang mengajak semua pihak, khususnya para pelaku pendidikan, termasuk mahasiswa bersama-sama bisa mengurai dan berkomitmen tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan bangsa.Bagaimana agar generasi tidak lahir dengan latar belakang kekerasan. "Kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan juga menjadi prioritas kegiatan kami di KemenPPPA," kata Bintang.

Selain itu, KemenPPPA berkomitmen memperkuat penyediaan layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan. Dalam kaitan ini, KemenPPPA membuka layanan Hotline SAPA 129 untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan pengaduan kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak.

Layanan ini terhubung dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah dalam Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), yang hingga saat ini telah terbentuk di 29 Provinsi dan 165 Kabupaten/Kota. "Ini untuk mengelola dan memberikan pelayanan, termasuk perlindungan khusus kepada korban dan/atau penyintas kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujar Bintang.

Bintang menekankan, sinergi dan dukungan dari semua pihak merupakan kunci mewujudkan perlindungan hak perempuan dan anak. “Mereka adalah calon-calon pemimpin masa depan, agent of change dan sebagai social control, dan sekaligus sebagai pelopor dan pelapor dalam perlindungan perempuan dan anak dari berbagai isu kekerasan baik masa sekarang dan masa depan,” lanjut Bintang.

Bintang berharap semakin banyak pihak yang menyadari pentingnya memberikan perlindungan kepada perempuan. Sebab, jika perempuan memiliki akses yang lebih luas, berpartisipasi ikut serta menentukan arah pembangunan, maka perempuan akan mendapatkan manfaat pembangunan yang setara dengan laki-laki.

"Hal ini dapat diwujudkan dengan mendukung perempuan dalam menyuarakan pendapat, keprihatinan, keberpihakan, serta menciptakan ruang aman dan lingkungan yang memungkinkan/suportif bagi sesama perempuan untuk bersuara," kata Bintang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement